BONTANGPOST.ID, Sangatta – Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Mesin Rice Processing Unit (RPU) di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) mulai terungkap. Namun di tengah proses hukum yang berjalan, Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman memilih untuk tidak memberikan komentar panjang.
Proyek RPU yang dikerjakan Dinas Ketahanan Pangan Kutim itu memiliki pagu anggaran Rp24,9 miliar dan dilaksanakan sepanjang Maret hingga Desember 2024.
Penyidik Ditreskrimsus Polda Kaltim telah menetapkan tiga tersangka pada Rabu (3/12). Mereka adalah GB selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), DJ sebagai Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan BR sebagai pihak penyedia. Dalam kasus ini, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp10,8 miliar.
Saat dimintai tanggapan terkait perkembangan perkara tersebut, Ardiansyah menegaskan enggan memberikan pernyataan.
Menurutnya, proses hukum masih berjalan sehingga ia memilih tidak ikut mengomentari.
“Saya tidak terlalu banyak berkomentar. Sudahlah, kasus ini saya tidak komentari dulu, biarlah di sana berjalan sesuai dengan aturan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (5/12).
Di sisi lain, Ketua DPRD Kutim Jimmi menilai pengungkapan kasus ini memukul citra integritas daerah. “Kita tercoreng sebenarnya dengan adanya kasus itu,” ujarnya.
Jimmi menambahkan, kasus ini muncul ketika pemerintah daerah sedang berupaya memperbaiki peringkat Monitoring Center for Prevention (MCP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana Kutim selama ini berada di posisi terbawah di Kaltim.
“MCP KPK itu sudah disepakati untuk bisa diwujudkan. Tapi ternyata terjadi seperti itu,” katanya.
Ia juga menyoroti kemungkinan adanya penyimpangan signifikan dalam proyek tersebut. Menurutnya, pemerintah telah bekerja berdasarkan Satuan Standar Harga (SSH), sehingga dugaan mark up harus diusut tuntas.
“Ini kelihatannya ada yang melenceng dari situ, saya tidak tahu kok bisa sampai segitu, apakah ada item pekerjaan yang belum selesai dicairkan atau memang ada mark up dan sebagainya,” ucap Jimmi.
Kasus ini sendiri bermula dari indikasi mark up anggaran, di mana nilai proyek yang semula Rp20 miliar meningkat menjadi Rp24,9 miliar.
Ditreskrimsus Polda Kaltim kemudian menerbitkan surat perintah penyidikan pada 23 Juni dengan Nomor SP. sidik/S-1.1/151/RES/3.3/Ditreskrimsus/Polda Kaltim.
Selama penyidikan, polisi telah memeriksa 37 saksi yang terdiri dari 32 orang dari Pemkab Kutim dan 5 saksi ahli, meliputi ahli pengadaan barang dan jasa pemerintah, ahli keuangan, ahli digital forensik, auditor perhitungan kerugian negara, serta ahli pidana korupsi.
Penggeledahan juga dilakukan di Kantor Dinas Ketahanan Pangan Kutim pada Kamis (23/10), di mana penyidik mengamankan sejumlah perangkat elektronik dan dokumen penting.
Dari pengungkapan ini, polisi menyita 9 unit ponsel, 2 komputer, serta uang tunai sebesar Rp 7 miliar. (KP)
















































