Kementerian ESDM Gugat Balik Warga Kutim, Pemerintah Disebut Bebal dan Lebih Berpihak ke Pemodal

1 week ago 16

BONTANGPOST.ID – Kemenangan aktivis lingkungan Kutai Timur (Kutim), Erwin Febrian Syuhada, dalam sengketa informasi publik melawan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ternyata belum berakhir manis.

Meski Komisi Informasi Pusat (KIP) telah memutuskan ESDM wajib membuka dokumen lingkungan milik PT Kaltim Prima Coal (KPC), kementerian itu justru mengajukan gugatan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Langkah tersebut menimbulkan tanda tanya di kalangan publik. Putusan KIP yang dibacakan pada 30 Juli 2025 sejatinya menjadi momentum penting bagi keterbukaan informasi lingkungan di sektor pertambangan. Namun, alih-alih melaksanakan keputusan itu, ESDM justru memilih menggugatnya.

Berdasarkan penelusuran, perkara tersebut terdaftar dengan nomor 282/G/KI/2025/PTUN-JKT pada 29 Agustus 2025. Dalam permohonannya, ESDM meminta agar putusan KIP Nomor 112/XII/KIP-PSI-A/2022 dibatalkan. Putusan tersebut sebelumnya mewajibkan ESDM membuka akses publik terhadap dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) milik perusahaan tambang batu bara terbesar di Kutim itu.

Langkah ESDM ini menuai kritik dari berbagai kalangan. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah atau yang akrab disapa Castro, menilai tindakan menggugat balik putusan KIP menunjukkan sikap abai terhadap prinsip pemerintahan yang baik.

“Kalau sudah jelas kalah di sengketa informasi, tapi menolak melaksanakan putusan KIP, artinya pemerintah ini bebal,” tegas Castro.

Ia menilai, sikap pemerintah tersebut mencerminkan ketidakmauan mendengar aspirasi publik dan lebih berpihak pada kepentingan modal.

“Pemerintah ini seperti punya telinga tapi tak mendengar, punya mata tapi tak melihat. Harusnya keputusan yang berkaitan dengan kepentingan publik dijalankan, bukan malah digugat,” ujarnya.

Menurut Castro, langkah ESDM tersebut memperlihatkan bias kebijakan yang lebih menguntungkan pengusaha ketimbang membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.

“Ini menunjukkan pemerintah lebih mewakili kepentingan pemilik modal dan pengusaha tambang. Padahal publik ingin terlibat secara partisipatif dalam menjaga lingkungan,” lanjutnya.

Ia juga menilai upaya hukum ESDM ke PTUN keliru secara prosedural. Gugatan terhadap putusan KIP, kata dia, semestinya tidak diarahkan kepada individu seperti Erwin, melainkan kepada lembaga KIP itu sendiri.

“Erwin bukan pihak yang tepat digugat. Seharusnya hakim PTUN menolak gugatan ini karena berada di luar kompetensi peradilan tata usaha negara,” pungkasnya. (KP)

Read Entire Article
Batam Now| Bontang Now | | |