BONTANGPOST.ID – Indonesia telah memasuki tahun 2025 yang berarti 20 tahun ke depan akan mencapai satu abad Indonesia Merdeka. Sejak awal kemerdekaan, banyak harapan besar yang telah lahir untuk kemajuan bangsa.
Sudah satu tahun sejak Pemilu 2024 dilaksanakan, dan dalam kurun waktu tersebut berbagai peristiwa terjadi. Dari sisi positif, banyak kasus korupsi terungkap ke publik dengan nilai yang fantastis, mulai dari miliaran hingga triliunan rupiah. Program-program Presiden Prabowo bersama Wakil Presiden Gibran juga mulai berjalan.
Namun, sisi negatifnya tak kalah besar, seperti demonstrasi di berbagai daerah yang bahkan memakan korban jiwa, munculnya tuntutan 17+8 oleh para influencer yang menyoroti tindakan represif aparat, hingga sorotan publik terhadap gaji anggota DPR yang hampir menyentuh Rp50 juta dan menuai kritik karena dinilai tidak peka terhadap kondisi masyarakat yang sedang sulit akibat efisiensi anggaran pemerintah. Selain itu, sejumlah menteri juga diganti atau mengundurkan diri. Salah satunya adalah Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang kemudian digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa.
Nama Purbaya Yudhi Sadewa tidak asing di kalangan pelaku ekonomi Indonesia. Sebelum dilantik sebagai Menteri Keuangan, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Di LPS, Purbaya berperan penting menjaga stabilitas sistem keuangan nasional di tengah tekanan pandemi serta tantangan global.
Rekam jejak tersebut membuatnya dinilai layak menduduki jabatan Menteri Keuangan. Dengan gaya santai dan keberanian berbicara, ia bahkan dijuluki “Menteri Koboi” oleh Sri Mulyani. Kehadirannya pun langsung menjadi sorotan, termasuk di DPR.
Sejak awal menjabat, Purbaya mengeluarkan sejumlah kebijakan dan strategi untuk mengatasi permasalahan keuangan, khususnya utang negara. Beberapa strateginya antara lain:
-
Mengelola anggaran secara agresif dan pragmatis. Dana negara di Bank Indonesia dialihkan ke bank-bank BUMN sebesar Rp200 triliun untuk mendorong likuiditas.
-
Mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Targetnya, penerimaan negara dari pajak meningkat tanpa menambah utang, dengan menggerakkan sektor fiskal dan moneter secara bersamaan.
-
Menolak program pengampunan pajak (tax amnesty). Fokus diarahkan pada perbaikan sistem inti perpajakan (core tax system) agar penerimaan pajak lebih stabil dan transparan.
-
Kebijakan fiskal pragmatis. Tetap menjaga rasio utang, tetapi dengan mengurangi ketergantungan pada utang baru dan memaksimalkan sumber daya domestik.
Penempatan dana Rp200 triliun di bank diyakini akan mendorong bank menyalurkan kredit berbunga rendah. Hal ini karena semakin besar dana yang ditempatkan, semakin besar pula bunga yang harus dibayarkan bank kepada pemerintah.
Untuk menekan beban, bank terdorong mempercepat penyaluran kredit ke masyarakat. Jika bunga rendah, minat pengusaha untuk meminjam meningkat. Dampaknya, lapangan kerja baru tercipta, pengangguran berkurang, konsumsi masyarakat naik, perekonomian tumbuh, investor asing masuk, dan nilai tukar rupiah menguat.
Intinya, strategi yang diluncurkan Purbaya dimulai dari internal sebelum eksternal. Ia menekankan pentingnya memperbaiki ekonomi Indonesia dari dalam negeri terlebih dahulu, tanpa bergantung pada pihak asing.
Menurutnya, sinergi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci untuk menekan ketergantungan terhadap utang luar negeri. Dengan perputaran dana Rp200 triliun di bank-bank nasional, diharapkan utang dapat ditekan sekaligus dilunasi secara bertahap.
Jika seluruh strategi dijalankan konsisten, langkah Purbaya sebagai Menteri Keuangan dapat menjadi pijakan strategis menuju cita-cita Indonesia Emas pada 2045.
ALIDYA ZULAIKHA WARDAH (UNIVERSITAS MULAWARMAN)