BONTANGPOST.ID – Populasi pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), mamalia air tawar endemik Kalimantan Timur, kian memprihatinkan. Data Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia) menunjukkan jumlahnya terus menurun sejak pemantauan pertama pada 2004.
Direktur Yayasan RASI, Danielle Krab, menjelaskan pemantauan dilakukan melalui metode foto identifikasi sirip punggung, yang digunakan untuk mengenali setiap individu pesut berdasarkan bentuk dan luka unik pada siripnya.
“Dulu pesut sering muncul di perairan Mahakam, tapi kini tinggal puluhan ekor saja. Dari sekitar 80 ekor pada 2014, sekarang hanya tersisa sekitar 60 ekor,” ujarnya.
Selain populasi yang menurun, pesut Mahakam juga memiliki tingkat reproduksi rendah. Seekor induk hanya melahirkan satu anak setiap tiga tahun, dan banyak anak pesut mati muda akibat jeratan jaring nelayan atau kerusakan lingkungan.
“Pesut bukan ikan yang bisa bertelur ratusan. Mereka mamalia yang tumbuh lambat dan sangat bergantung pada kondisi habitat. Begitu populasinya kecil, risiko punah meningkat drastis,” kata Danielle.
Yayasan RASI mengidentifikasi empat ancaman utama bagi kelangsungan hidup pesut Mahakam:
-
Jaring insang nelayan, penyebab utama kematian pesut.
-
Tabrakan kapal, terutama ponton batu bara dan speedboat di Sungai Mahakam.
-
Racun dan setrum ikan, yang merusak rantai makanan alami pesut.
-
Pencemaran air, termasuk limbah industri, domestik, dan mikroplastik.
Penelitian RASI bahkan menemukan mikroplastik pada tubuh ikan yang menjadi santapan utama pesut. Sementara itu, kebisingan kapal juga mengganggu sistem sonar alami pesut untuk berkomunikasi dan mencari makan.
“Kalau terganggu, mereka bisa kehilangan orientasi dan stres,” tambah Danielle.
Ia mengingatkan, tanpa langkah nyata, pesut Mahakam bisa bernasib sama seperti baiji, lumba-lumba air tawar Sungai Yangtze di Tiongkok yang dinyatakan punah pada 2006. Kini, pesut Mahakam masuk kategori Critically Endangered atau kritis dalam daftar merah IUCN.
Habitat pesut kini hanya tersisa di beberapa segmen Sungai Mahakam, terutama di Kabupaten Kutai Kartanegara. Namun aktivitas manusia seperti pertambangan, pembangunan, dan lalu lintas kapal terus mempersempit ruang hidup mereka.
“Kalau Mahakam rusak, hilang sudah pesut dari Kalimantan,” tegas Danielle.
Yayasan RASI berharap perhatian global terhadap kasus ini diikuti tindakan nyata dari pemerintah. RASI mendorong pembatasan jalur ponton batu bara, penegakan hukum terhadap penggunaan racun dan setrum ikan, serta penyediaan alat tangkap ramah lingkungan bagi nelayan.
“Kita sudah tahu apa ancamannya. Sekarang waktunya bertindak. Kalau terus dibiarkan, generasi mendatang mungkin hanya akan melihat pesut Mahakam lewat foto,” pungkas Danielle. (KP)