BONTANGPOST.ID, Samarinda – Kasus perambahan kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) milik Universitas Mulawarman (Unmul) menunjukkan perkembangan dengan ditetapkannya dua orang sebagai tersangka. Namun, kemajuan ini dibayangi tanda tanya. Pasalnya, belum genap satu minggu setelah penetapan, kedua tersangka sudah dibebaskan.
Dua orang itu adalah Daria (42) dan Eddy (38), yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara perusakan kawasan hutan yang akrab disebut Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS), penahanan sebelumnya dititipkan di Rutan Polresta Samarinda, Sabtu (19/7), “bebas bersyarat”.
Status tahanan keduanya ditangguhkan. Hal itu dibenarkan Kasi Wilayah II BPPHLHK Wilayah Kalimantan Anton Jumaedi saat ditemui di kantornya, Rabu (23/7).
“Benar. Ada penangguhan yang sudah diajukan, dan itu sudah jadi kewenangan penyidik,” sebutnya.
Anton menceritakan, awal mula penyelidikan kasus KHDTK sudah berjalan mulai April.
“Dalam proses penyelidikan memang berhati-hati sekali menemukan alat bukti, juga beberapa kali melakukan gelar, dan akhirnya pada saat penyelidikan itu kami memanggil saksi-saksi yang kita anggap berkaitan dengan kasus tersebut,” jelasnya.
Setelah saksi-saksi dipanggil, ada beberapa saksi juga yang sudah dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan. Melalui prosedur penyelidikan, melayangkan panggilan satu dan panggilan dua, dan pihaknya juga berusaha mendatangi kediaman pelaku.
“Dan berusaha untuk membawa saksi-saksi yang kita panggil, namun memang mereka tidak ditemukan, sehingga kita segera lakukan pencarian. Dalam pencarian tersebut, di antara saksi-saksi yang kita cari kita menemukan dua saksi, dua saksi itulah yang kita tetapkan sebagai tersangka, yakni inisial D (Daria) dan E (Eddy),” tegasnya.
Namun, terkait kasus perusakan hutan, lanjut Anton, pihaknya terus berjalan. “Memang tidak ada alasan dengan penangguhan dan menghentikan proses penyidikan,” tegasnya.
Mengenai alasan penangguhan karena sakit apakah masuk kategori fatal untuk dilakukan penahanan, Anton menegaskan itu berdasarkan analisis penyidik bahwa yang bersangkutan patut dan pantas untuk di tangguhkan.
“Dan memang dalam penangguhan itu ada jaminan-jaminan yang penting bagi kami, sehingga pada saat dibutuhkan untuk proses penyidikan, tidak akan menghambat proses penyidikan,” tegasnya.
Disinggung penetapan tersangka terkait alat bukti, lanjut Anton, penyidik telah mengumpulkan minimal dua bukti.
“Untuk pembuktian itu kan materi ya, jadi kita tidak bisa buka menyeluruh, tapi akan kita buka saat yang tepat, baik itu di persidangan. Kami sudah berkeyakinan bahwa itu sudah terpenuhi dua alat buktinya,” jelasnya.
“Soal handphone yang kami sita, patut diduga dalam handphone itu temukan alat bukti,” sambungnya.
Sementara alat berat yang seharusnya dijadikan barang bukti, masih dalam pendalaman. “Untuk alat berat masih terus kita lakukan pendalaman, karena memang faktanya kita belum menemukan untuk alat berat itu,” jelasnya.
Sebelumnya, Alphad Syarif, selaku kuasa hukum Daria dan Eddy turut menemani kedua kliennya diantar petugas Gakkumhut Wilayah Kalimantan ke Polresta Samarinda untuk dititipkan penahanannya.
Alphad menyebut, Gakkumhut Kalimantan mengkriminalisasi kedua kliennya. Meski kurang bukti langsung, dalam waktu beberapa menit menetapkan orang sebagai tersangka.
“Tanpa ada pertimbangan dengan bukti fotokopi yang ditanyakan dan dengan bukti ada kontrak pada 2024 yang ditandatangani Daria, ya ditetapkan tersangka,” tegas eks ketua DPRD Samarinda itu.
Dia melihat penetapan tersangka diputuskan secara sepihak, tanpa melihat asas hukum. “Bu Daria itu lagi periksa darah di Klinik Prodia. Periksa darah diangkut sama adiknya (Eddy), kemudian ditetapkan tersangka,” tegasnya.
Selain itu, menurut Alphad, tudingan keterlibatan Daria dan Eddy dalam pengerusakan hutan pendidikan tersebut juga tidak mendasar. Alphad heran penyidik Gakkum menyebut Daria sebagai pendana atau pemodal tanpa bukti jelas.
“Daria itu bekerja di konsesi dia, yakni KSU Putra Mahakam Mandiri (Pumma), IUP Pumma bukan di area konsesi Unmul,” tegasnya.
Alphad merasa ada upaya memaksakan Daria dan Eddy untuk menjadi tersangka, karena saksi yang diambil keterangannya merupakan mantan karyawan dan ketua RT setempat.
“Memang Daria ada membayar lahan, tapi lahan di dalam konsesi. Bukan di luar. Tersangka pengerusakan hutan Unmul itu sudah jelas ditetapkan Polda Kaltim yakni Rudi. Itu semua diakui pelaku (Rudi),” tuntasnya. (*)