BONTANGPOST.ID, Bontang – Polemik adanya distribusi beras oplosan di Kota Bontang membuat legislator angkat suara. Wakil Ketua Komisi B DPRD Bontang Winardi mengatakan perlu ada penindakan secara tegas terkait peredaran menyimpang terkait sektor pangan.
“Ini harus didorong agar APH dan OPD terkait mengoreksi distribusi dari hulu hingga hilir,” kata WInardi.
Menurutnya peredaran beras oplosan menandakan adanya manipulasi harga dan kualitas. Tentunya ini bakal berdampak terhadap aspek kesehatan masyarakat. Politikus PDI Perjuangan ini mendorong agar pengawasan dan pendistribusian beras di pasar lebih ketat lagi.
“Supaya hal seperti ini tidak terjadi lagi,” ucapnya. Apalagi saat ini masyarakat masih merasakan dampak dari gejolak harga beras. Dalam situasi sama terjadi pemanfaatan oleh oknum tidak bertanggung jawab terkait peredaran beras dengan kualitas yang tidak sesuai.
“Ini tentu menjadi beban publik terhadap aspek kesehatan, kualitas, harga, dan perlindungan konsumen,” tutur dia. Winardi juga menjadikan kondisi ini menjadi sistem reformasi distribusi pangan di tingkat lokal. Menurutnya keamanan pangan menjadi hak rakyat yang wajib dijaga.
Sebelumnya, Satgas Pangan Kota Bontang menemukan dua merek beras premium diduga oplosan yang masih beredar di pasaran, yakni Fortune dan Sania. Meski telah masuk dalam daftar temuan, beberapa pedagang di Pasar Tamrin masih menjual produk tersebut.
Salah satunya adalah Murni, pedagang beras yang mengaku masih menyimpan sisa stok. Di tokonya tersisa enam kemasan Sania ukuran 5 kilogram dan satu kemasan Fortune ukuran 10 kilogram.
Ia belum menarik produk dari rak jual karena stok itu merupakan sisa terakhir, sementara modalnya pun sudah terpakai. “Saya sudah tidak ambil lagi, terakhir stok bulan Juni 2025. Kalau harus turunkan harga, ya rugi, karena waktu beli harganya cukup mahal,” ujarnya.
Saat ini, beras premium ukuran 5 kg dijual seharga Rp85 ribu, sedangkan ukuran 10 kg dibanderol Rp170 ribu. Tokonya telah ditinjau oleh Satgas Pangan pada Jumat (18/07/2025). Namun, belum ada larangan resmi untuk menarik sisa stok, hanya imbauan agar stok yang tersisa segera dihabiskan.
Murni berharap ada kebijakan yang mempertimbangkan kondisi pedagang kecil. “Kami hanya jualan, enggak tahu-menahu soal isinya. Kalau bisa ada solusi yang enggak bikin pedagang rugi,” pungkasnya. (*)