BONTANGPOST.ID, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian ESDM untuk segera mencabut enam Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terlibat dalam kasus korupsi yang menyeret mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak, putrinya Donna Faroek, dan pengusaha Rudy Ong Chandra (ROC).
Kasus ini dinilai bukan hanya perkara kerugian negara di atas kertas, melainkan juga kejahatan ekologis dan kemanusiaan. Luasan konsesi tambang yang diselewengkan mencapai 34 ribu hektar, atau lebih dari setengah luas Kota Balikpapan. Konsesi tersebut mencakup tujuh perusahaan, antara lain PT CBK, PT APB, PT SJK, PT BJL, dan PT TIC.
“Korupsi izin tambang ini sama artinya dengan perampokan ruang hidup rakyat. Hutan, sungai, lahan pertanian, hingga keselamatan generasi mendatang dipertaruhkan demi kepentingan segelintir elit,” ucap Dinamisator Jatam Kaltim, Mustari Sihombing, kepada Sapos.
Jatam menilai penetapan Donna Faroek dan Rudi Ong Chandra sebagai tersangka hanyalah pintu masuk untuk membongkar praktik mafia tambang di Kaltim. Sejak otonomi daerah berlaku pada 2003, provinsi ini dibanjiri lebih dari 1.400 IUP yang diterbitkan secara serampangan.
“Lubang-lubang tambang yang ditinggalkan sudah merenggut nyawa lebih dari 49 anak di Kaltim. Sungai-sungai rusak, desa kehilangan lahan, sementara elit politik dan pengusaha terus meraup untung,” tegasnya.
Menurut Mustari, persoalan utama terletak pada tata kelola perizinan yang korup, baik di tingkat daerah maupun pusat. Sentralisasi kewenangan pertambangan mineral dan batu bara yang kini berada di pemerintah pusat dianggap hanya memindahkan ruang korupsi dari daerah ke Jakarta, tanpa menyentuh akar masalah.
Dalam pernyataannya, Jatam Kaltim menyampaikan lima tuntutan utama. Pertama proses hukum terhadap para tersangka harus dilakukan transparan, tegas, dan tanpa kompromi. Kedua, pemerintah Prabowo–Gibran melakukan audit serta mencabut semua IUP yang terbit melalui praktik korupsi. Ketiga, pemulihan ruang hidup rakyat dengan menutup lubang-lubang tambang dan merehabilitasi bentang alam Kaltim. Keempat, pencabutan enam IUP yang terkait kasus korupsi, sesuai Pasal 119 huruf b UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020. Dan Kelima, KPK menggunakan perhitungan kerugian sosial dan ekologis dalam menuntut perkara ini, bukan hanya kerugian finansial negara.
“Kasus Donna Faroek dan Rudi Ong Chandra harus dilihat sebagai momentum untuk merombak bobroknya sistem perizinan tambang. Jika tidak, Kaltim akan terus menjadi surga bagi oligarki politik dan neraka bagi rakyat kecil,” pungkasnya. (prokal)