BONTANGPOST.ID, Samarinda – Kasus dugaan perambahan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman (Unmul) kembali menjadi sorotan publik. Sejak mencuat pada Jumat (4/4/2025), penyelidikan terkait dugaan penambangan batu bara ilegal di kawasan hutan pendidikan ini dinilai penuh ketidakjelasan.
Dua warga berinisial D (42), selaku direktur PT TAA, dan E (38), penanggung jawab alat berat, sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Gakkum Kehutanan. Namun, proses hukum yang dijalankan menuai kritik karena dianggap tidak transparan.
Penetapan status tersangka ini bahkan memicu aksi unjuk rasa masyarakat Sungai Bawang di depan Kantor Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Kalimantan, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Selasa (22/7/2025). D dan E sempat ditahan di Rutan Polresta Samarinda pada Senin (21/7/2025), tetapi penahanannya ditangguhkan sehari kemudian.
Melalui kuasa hukumnya, keduanya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada Senin (28/7/2025). Hasilnya, majelis hakim menolak seluruh eksepsi Gakkum Kehutanan dan mengabulkan permohonan pemohon.
“Diputuskan hakim bahwa penetapan status tersangka tidak sesuai dengan prosedur,” tegas Laura Anzani, salah satu kuasa hukum D dan E.
Putusan tersebut mempermalukan Gakkum Kehutanan karena dinilai tidak melakukan koordinasi dengan instansi terkait serta tidak mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Kasi Wilayah 2 Gakkum LHK Kalimantan, Anton Jumaidi, saat dikonfirmasi, mengaku belum mendapat arahan untuk memberikan pernyataan. “Mohon maaf, saya belum ada arahan untuk memberikan konfirmasi terkait ini,” tulisnya melalui pesan WhatsApp, Rabu (10/9/2025).
Dalam catatan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), putusan dengan nomor 6/Pid.Pra/2025/PN Smr dan 7/Pid.Pra/2025/PN Smr menyatakan seluruh proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Gakkum Kehutanan batal demi hukum. (prokal)