Aktivis Soroti Kutim, Lahan Tambang Terluas tapi Belum Lunasi Jaminan Reklamasi di Kaltim

1 week ago 18

BONTANGPOST.ID, Kutai Timur – Kutai Timur (Kutim) tercatat sebagai daerah dengan lahan tambang terluas yang belum melunasi Jaminan Reklamasi (Jamrek) di Kalimantan Timur (Kaltim).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) melalui Surat Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025, terdapat 37.234 hektare lahan tambang di Kutim yang belum dibayarkan Jamrek oleh perusahaan pemegang izin.

Angka tersebut merupakan yang terbesar dibanding tujuh kabupaten/kota lainnya di Kaltim. Secara keseluruhan, ada 36 perusahaan tambang di Kaltim yang belum menunaikan kewajiban pembayaran jaminan reklamasi.

Dari jumlah itu, lima perusahaan tercatat berada di Kutim, yakni PT Alam Surya (8.734 ha), PT Jaya Mineral (8.327 ha), PT Mitra Energi Agung (5.000 ha), PT Multi Sarana Perkasa (9.979 ha), dan PT Tambang Mulai (5.194 ha).

Aktivis Fraksi Rakyat Kutim (FRK), Erwin Febrian Syuhada, menyayangkan lemahnya pengawasan pemerintah daerah terhadap kewajiban reklamasi.

“Ini sangat disayangkan. Apalagi di tengah tema HUT Kutim yang mengusung ‘Tangguh, Mandiri, dan Berdaya Saing’. Kalau mau jujur, kita sudah tidak tangguh lagi. Bencana ekologis sudah di depan mata,” tegas Erwin, Senin (6/10).

Ia menilai, jaminan reklamasi seharusnya menjadi instrumen penting dalam memastikan tata kelola lingkungan yang baik pasca-aktivitas tambang. Namun faktanya, banyak perusahaan justru mengabaikan kewajiban tersebut.

“Jaminan reklamasi harusnya menjadi alat pemulihan lingkungan, tapi kini malah diabaikan. Industri tambang di Kutim menikmati keuntungan besar, tapi daya rusaknya tidak pernah diperhitungkan secara serius,” ujarnya.

Erwin menambahkan, jika pemerintah daerah memiliki data lengkap mengenai dampak kerusakan lingkungan, seharusnya posisi tawar terhadap perusahaan bisa lebih kuat.

“Kalau kita punya datanya, kita bisa menuntut tanggung jawab. Kalau perusahaan tidak bisa menyelesaikan jaminan reklamasi, mereka harus membayar kompensasi yang bisa menjadi PAD,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa dampak kerusakan lingkungan akan menimbulkan biaya sosial dan ekonomi yang jauh lebih besar di masa depan.

“Kalau banjir, longsor, dan pemanasan global makin parah, biayanya akan jauh lebih besar. Menanam pohon di masa depan akan lebih mahal daripada hari ini. Karena itu, pemerintah harus menunjukkan ketegasan. Kalau diam saja, berarti memang tidak pro-lingkungan,” pungkasnya. (KP)

Print Friendly, PDF & Email

Read Entire Article
Batam Now| Bontang Now | | |