HATAM 2025; Jatam Kaltim dan Aktivis Tuntut Keadilan Lingkungan

4 days ago 22

BONTANGPOST.ID, Samarinda – Hari Anti Tambang (Hatam) yang diperingati pada 29 Mei bukanlah sekadar seremoni. Hatam merupakan peringatan jika bumi sedang tidak baik-baik saja.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim bersama pegiat lingkungan memanfaatkan momentum ini sebagai pengingat, tambang bukan sekadar urusan ekonomi.

Pertambangan menjadi ekonomi ektraktif yang tak hanya merusak alam. Tapi juga melahirkan masalah-masalah lain yang merugikan warga.

“Praktik korupsi, konflik sosial, sampai memakan korban jiwa,” ucap Dinamisator Jatam, Mareta Eta ketika menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Kaltim, Rabu Siang, 28 Mei 2025, dilansir dari Kaltim Post.

Dampak pertambangan nyata. Sebaran banjir di kabupaten/kota se-Kaltim meluas. Longsor menghantui pemukiman warga ketika musim penghujan tiba.

Dari catatan Jatam, setidaknya 5,3 juta hektare hutan dan gunung terkoyak demi dikeruk isinya se-antero Kaltim. Bekas galian CV Arjuna di Makroman, Samarinda, kini menyingkap adanya praktik korupsi dana jaminan reklamasi.

Biaya pemulihan lingkungan hilang entah ke mana, menyisakan area pascatambang yang dibiarkan mengangga lebar. Bahkan sempat memakan korban. Kejati Kaltim yang mengusut perkara ini menyebut, kerugian negara Rp13,12 miliar. Lalu kerugian lingkungan, jika dikonversi dalam rupiah, mencapai Rp58,54 miliar.

“Pemilu 2019, baik legislatif atau kepala daerah bersumber dari tambang jadi penopang dana kampanye,” lanjutnya.

Klaim pemerintah soal transisi energi, nyatanya tak pernah nampak batang hidungnya. Eksploitasi alam masih masif terjadi.

Masyarakat melawan sudah banyak buktinya. Seperti warga RT 24 Sanga-Sanga, Kutai Kartanegara. Janji pemulihan lahan pascatambang tak pernah dipenuhi dan warga gotong-royong membangun “Tembok Pisang”. Memastikan agar bekas keruk emas hitam di dekat kediaman mereka tak memakan korban.

Di Batu Kajang dan Muara Kate, Paser. di Merangan, Loh Sumber, Kutai Kartanegara. Warga melawan atas aktivitas hauling batubara di jalan umum. Mereka menolak truk-truk bertonase besar, berisi batubara, lewat depan rumah mereka.

“Kami tidak lupa, kami menuntut pemilik kuasa untuk bertanggung jawab. Memastikan hak-hak warga soal tersedianya lingkungan hidup yang layak serta penegakan hukum dari semua masalah yang dihadirkan pertambangan,” katanya.

Dalam aksi itu, Jatam dan pegiat lingkungan menuntut;

1. Pemulihan lingkungan atas segala kerusakan di Kaltim

2. Perlindungan bagi setiap orang yang memperjuangkan ruang hidup dan udara bersih

3. Penuntasan penegakan hukum dari kasus Muara Kate, pelanggaran reklamasi, hingga pelabuhan ilegal batubara, dan

4. Penghentian total semua proyek ekstraktif yang tak adil bagi rakyat dan lingkungan. (*)

Read Entire Article
Batam Now| Bontang Now | | |