Korban Kekerasan Seksual Guru besar UGM Prof Dr Edy Meiyanto Mencapai 15 Orang

5 days ago 20

BONTANGPOST.ID –  Guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr apt Edy Meiyanto dipecat atas kasus kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswa.

Kasus kekerasan seksual guru besar Fakultas Farmasi UGM itu berlangsung merentang 2022-2024. Menyasar korban mahasiswa dari jenjang S1, S2, hingga S3.

Jumlah korban yang melapor ke Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual ada 15 mahasiswa. Total kasus dalam kertas kerja yang dilaporkan korban ada 33 kejadian. Sejumlah korban bahkan mengalami kekerasan lebih dari satu kali.

Pelaku yang juga penceramah itu diduga melakukan pelecehan dengan memijat tangan, memegang rambut mahasiswa dari balik jilbab, memegang pipi dan wajah, dan mencium pipi mahasiswa di rumahnya. Adapun peristiwa di kampus, modus Edy adalah menyuruh mahasiswa memeriksa tensi darah supaya dia bisa memegang tangan korban.

Pelaku juga meminta korban mengirimkan foto dan memaksa mahasiswa menghubungi di luar jam mengajar, bahkan saat malam.

Merujuk investigasi Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Gadjah Mada, dalam melancarkan aksi asusilanya tersebut, pelaku menggunakan modus seperti: memaksa korban datang ke kediamannya untuk bimbingan (skripsi, tesis, maupun disertasi).

Meminta korban menghubunginya di malam hari dengan dalih di luar jam kerja, hingga aksi manipulatif dengan meminta korban menganggapnya sebagai ayah sendiri.

Pemecatan sebagai dosen UGM itu, kata korban melegakan karena mereka tidak ingin korban semakin bertambah di Fakultas Farmasi. Sementara itu, para alumni Fakultas Farmasi yang menjadi korban menyambut baik pemecatan itu.

Sebagian, kata dia mengekspresikannya dengan mengunggah pemberitaan media massa di akun media sosial mereka. “Kami merasa kuat karena banyak dukungan dari luar UGM dan ramai,” katanya.

Sebagian korban menurut dia kini menunggu kepastian sanksi pencabutan status PNS. Mereka mendengar pelaku sedang mengurus pendaftaran untuk mengajar di kampus lain. Lewat pencopotan status PNS itu, korban berharap menimbulkan efek jera pelaku dan membatasi peluangnya menyasar korban lainnya.

Korban, kata dia tak ingin membawa kasus ini ke ranah pidana karena menganggap proses pemeriksaan di kantor polisi rumit, ribet, dan membutuhkan waktu yang lama. Padahal, sebagian korban ingin fokus melanjutkan belajar di Fakultas Farmasi hingga lulus. “Kami tak mau ditangani polisi. Proses pidana menguras energi dan waktu,” kata dia.

Pada 9 Juli 2024, seorang korban melaporkan hal tersebut kepada dosen Fakultas Farmasi dan Satgas PPKS UGM.

Merespons laporan tersebut, pihak UGM mengambil langkah awal berupa membebaskan Terlapor dari kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi dan pemberhentian dari jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024.

“Keputusan Dekan Farmasi ini ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan dijatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan, untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas,” ungkap Sekretaris UGM, Andi Sandi, Minggu (6/4/2025).

Satgas PPKS UGM kemudian menindaklanjuti laporan dari Fakultas Farmasi dengan pembentukan Komite Pemeriksa melalui Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada Nomor 750/U N1.P/KPT/HUKOR/2024 dengan perubahan masa kerja Komite Pemeriksa dari tanggal 1 Agustus 2024 sampai dengan 31 Oktober 2024.

“Komite Pemeriksa lantas melakukan rangkaian pemeriksaan. Mulai dari meminta keterangan lebih lanjut dari para korban secara terpisah, melakukan pemeriksaan pada Terlapor, para saksi, memeriksa bukti-bukti pendukung yang ada, hingga tahap pemberian rekomendasi,” sambung Andi Sandi. (*)

Print Friendly, PDF & Email

Read Entire Article
Batam Now| Bontang Now | | |