BONTANGPOST.ID, Balikpapan –DPRD Kaltim mendorong Pemprov Kaltim segera menerbitkan regulasi izin penambangan rakyat (IPR).
Hal itu dianggap sebagai implementasi dari UU Nomor 3/2020 tentang Penambangan Mineral dan Batu Bara (minerba).
Kemudian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25/2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Itu semua sudah mengatur petunjuk teknis IPR.
Wacana itu menimbulkan pertanyaan serius akademisi. Melihat kondisi Kaltim dengan pengelolaan tambang legal saja belum bisa berjalan maksimal. Baik dari sisi penyumbang pendapatan maupun dampak negatif kegiatan tambang.
Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman Purwadi mengatakan, jangan sampai IPR sekadar kedok untuk melegalkan tambang illegal.
Hal yang menjadi perhatian yakni analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) untuk IPR. Mengingat jumlah penambang rakyat bisa sangat beragam dengan aturan luasan di bawah 100 hektare.
“Masalah reklamasi siapa yang bertanggung jawab. Karena yang ada sekarang saja masih banyak masalah,” katanya kepada Kaltim Post, Selasa (28/1).
Berdasarkan catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, terdapat 168 titik tambang illegal di Kaltim sejak 2018–2024.
Saat ini, data tersebut sudah dipegang Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik. Harapannya bisa segera muncul penyelesaian. “Kenyataannya tidak kelar-kelar juga soal ini,” imbuhnya.
Purwadi berpendapat, seharusnya Pemprov Kaltim membereskan dulu masalah yang ada dari aktivitias eksisting tambang.
Misalnya soal tambang illegal dan dugaan 21 IUP palsu. Lalu kelanjutan 55 anak masuk lubang tambang yang meninggal dunia.
“Apa kabarnya dana jaminan reklamasi untuk reklamasi bekas-bekas tambang selama ini,” tegasnya.
Itu hal paling nyata dari reklamasi tambang eksisting sekarang saja belum tertib. Bagaimana dengan tambang rakyat kecil lainnya. Itu merupakan potensi masalah terbesar.
“Siapa yang mau reklamasi, rakyat suruh reklamasi?” tuturnya.
Purwadi menilai, rencana penerbitan IPR memperlihatkan pemerintah seperti ingin mengejar setoran saja.
“Seolah-olah dengan semua keruk sumber daya alam (SDA) di Kaltim, semua masalah bisa selasai,” tuturnya.
Bermula dari kebijakan pemberian izin tambang kepada organisasi masyarakat. Tak lama berlanjut lagi wacana kampus juga akan mendapat pengelolaan izin tambang. Terkini pemerintah daerah ingin menerbitkan IPR.
“Katanya mau transformasi ekonomi. Kenapa justru keruk sumber daya alam yang mau dipercepat,” imbuhnya.
Menurutnya, tindakan itu seolah pemerintah takut kebagian alias kejar setoran.
“Slogan mau ekonomi biru, ekonomi hijau, dan industri hjiau. Malah seperti slogan saja,” bebernya.
Dia berharap, rencana itu benar-benar menjadi pembahasan krusial dari seluruh pemangku kebijakan. (KP)