Salam Lestari, Pak Polisi

1 week ago 18

PERMASALAHAN lingkungan menjadi pekerjaan rumah bagi Polres Bontang yang belum dituntaskan. Setidaknya ada tiga kasus yang menanti untuk diselesaikan. Dua di antaranya berkaitan dengan pengelolaan limbah dua perusahaan, yakni PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) dan PT Energi Unggul Persada (EUP). Satu kasus lainnya, dugaan tambang pasir ilegal di wilayah Bontang Barat.

Penyelesaian kasus dugaan pencemaran limbah PT PHSS sudah berlarut lebih dari tiga bulan. Perusahaan itu beroperasi di Muara Badak, Kutai Kartanegara (Kukar), namun masih masuk dalam wilayah hukum Polres Bontang.

PT PHSS membuat kolam penampungan limbah pengeboran minyak di bibir muara sungai. Limbah itu kemudian dialirkan ke badan air yang terhubung dengan laut. Pengelolaan limbah pengeboran minyak dan gas bumi sudah diatur melalui Peraturan Menteri ESDM 045/2006. Pada Pasal 8 tertera, pembuangan akhir limbah dilarang dilakukan di daerah sensitif. Salah duanya adalah melarang membuang di sempadan sungai dan pantai. Nelayan Muara Badak sudah membuat laporan terhadap permasalahan tersebut, karena kerang dara yang mereka budi daya mati massal.

Semoga saja Polres Bontang tidak hanya berpatokan kepada hasil uji laboratorium yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kukar di Universitas Mulawarman. Mereka mengambil sampel limbah pada 23 Januari, tapi sampai sekarang belum ada hasilnya. Padahal banyak hal sudah kita lewati dalam rentang waktu itu: Revisi UU TNI disahkan, Juventus ganti pelatih, puasa Ramadan, prajurit TNI AL bunuh jurnalis, mudik, Idulfitri, Timnas U-17 lolos ke fase gugur Piala AFC sekaligus Piala Dunia, dan tak kalah hangat ajudan Kapolri pukul jurnalis. Wajar jika timbul banyak pertanyaan tentang uji laboratorium  itu. Ini bukan cuma uji laboratorium, tapi juga uji kesabaran.

Lalu, permasalahan dugaan pencemaran laut oleh PT Energi Unggul Persada (EUP). Perusahaan yang beroperasi di Bontang Lestari itu membuang limbah ke laut. Meski mengklaim hasil buangan sesuai baku mutu, namun nelayan meyakini mereka adalah biang dari rusaknya ekosistem hingga membuat ikan-ikan di perairan Bontang mati.

Saat ini sampel air laut telah diuji di laboratorium. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Bontang Heru Triatmojo, menyebut hasilnya keluar paling tidak setelah 14 hari kerja. Sampel diambil pada 25 Maret 2025. Jika benar hasilnya keluar sesuai jadwal, maka DLHK Kukar sudah sepantasnya belajar ke DLH Bontang. Karena Bontang lebih sat set.

Baik permasalahan limbah PT PHSS dan PT EUP, bukan sekadar antara perusahaan dengan nelayan. Atau sebatas ganti rugi. Sistem pengelolaan limbah yang  menjadi hulu permasalahan mesti diusut. PT PHSS, misalnya. Kolam penampungan limbah yang mereka bangun di sempadan sungai bukan cuma satu.

Terakhir, terkait galian pasir ilegal di Bontang Barat. Aktivitas terlarang ini seakan menantang Polres Bontang. Bayangkan, penambangan dilakukan di dekat Polsek Bontang Barat. Truk pengangkut pasir bahkan lewat di depan muka kantor polisi.

DPRD Bontang sudah meminta agar tambang ilegal dihentikan. Tambang itu ditengarai jadi penyebab banjir di Kanaan. Dalih pasir itu digunakan untuk pembangunan Bontang juga tidak bisa dinormalkan. Pemerintah sama saja memberikan toleransi APBD digunakan untuk membayar barang ilegal.

Masyarakat menunggu keseriusan Polres Bontang dalam menangani tiga masalah tersebut. Jika dibiarkan terlalu lama, kasus ini bisa hilang begitu saja. Lebih parah lagi, perusahaan lain bisa ikut-ikutan karena merasa tidak akan dikenai sanksi. Yang tak kalah penting, penanganan tegas dari Polres Bontang bisa mengembalikan kepercayaan publik di tengah banyaknya suara ketidakpercayaan terhadap polisi. (*)

Print Friendly, PDF & Email

Read Entire Article
Batam Now| Bontang Now | | |