BONTANGPOST.ID, Bontang – “Kekuatan kita, planet kita” jadi tema merayakan Hari Bumi yang jatuh pada 22 April 2025. Namun di realitas, jargon itu hanya sekadar kata-kata. Hutan-hutan digunduli, lahan dirusak demi isinya hingga tak lagi mampu memberi kehidupan, sampai sungai kehilangan arusnya.
Di Samarinda, sejumlah komunitas lingkungan, dari XR Kaltim Bunga Terung, Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Mulawarman, dan Mapala Univesitas Muhammadiyah Kalimantan Timur merayakan Hari Bumi dengan menyuarakan aksi nyata melawan kerusakan lingkungan akibat pertambangan.
“Kita perlu mendorong kesadaran dan aksi nyata dalam mengurangi emisi gas rumah kaca,” ungkap pegiat lingkungan dari XR Bunga Terung, Windasari.
Di Ibu Kota Kaltim ini, Kelurahan Makroman yang dulunya sebagai lumbung pangan Samarinda kini tak lagi berdaya. Tambang merusak persawahan yang ada dan meninggalkan lingkungan yang tak lagi menunjang pertanian di sana.
Pertambangan tak hanya menciptakan kerusakan lingkungan, tapi juga membawa duka. Ada 51 nyawa melayang di lubang galian yang dibiarkan terbuka sejak 2001 silam. Bagi mereka, lubang tambang jelas sebagai simbol kejahatan lingkungan yang dilegalkan.
“Dari lubang ada kealpaan perusahaan. Ada pembiaran negara,” katanya. Sementara pemerintah kerap berujar, tambang mampu berkontribusi pada perekonomian daerah. Pemerintah juga mengaku berkomitmen, mendorong setiap perusahaan agar mereklamasi bekas galian, memberikan tanggung jawab sosial untuk masyarakat sekitar.
Tapi, semua itu, tak mampu memulihkan lingkungan yang telah dikeruk kendaraan berat yang mengambil isinya. (kp)