Menilik Warisan Budaya Kain Tenun Toraja di Bontang

2 days ago 8

BONTANGPOST.ID, Bontang – Mewarisi keahlian turun-temurun menjadi tonggak pelestarian budaya. Tak terkecuali Sappe (48). Perempuan asal Toraja ini sudah menekuni keahliannya dalam menenun selama 30 tahun.

Pasca menjejakkan kaki di Bontang setahun lalu, tangannya masih lihai menenun kain. Setahun itu pula, ia berkarya dengan membuat kain tenun seperti yang dilakukan di kampung dulu.

Dibawanya tiga set alat tenun, menyeberangi lautan dari tanah Sulawesi. Alat tenun ini dari orangtuanya. Diwariskan kepadanya. Kondisinya masih kokoh. Terbuat dari kayu yang tampak mengkilap. Baru-baru ini, ia memesan alat tenun lainnya. Ukurannya lebih besar, sebab ditujukan untuk menenun kain yang lebih besar pula.

“Kami pesan di tukang kayu, dengan mencontoh bentuk alat yang saya bawa dari kampung,” katanya, sembari menunjukkan alat yang baru dipesannya itu.

Perlahan, keahliannya menumbuhkan potensi pundi-pundi. Kain hasil karya jemarinya mulai dikenal teman-teman terdekat. Permintaan membuat kain tenun Toraja berdatangan.

Dalam prosesnya, benang yang akan digunakan disiapkan. Kemudian diurai dan disusun untuk ditenun menjadi kain. Proses penenunan ini dapat dilakukan mulai dua pekan hingga dua bulan.

Tingkat kesulitan kain tenun yang dikerjakan pun berbeda-beda. Tergantung ukuran, hingga detail pola pada kain. Pada umumnya, kain diberi pola garis lurus. Namun terdapat pula kain yang dibuatnya dengan menuliskan nama serta pola yang lebih rumit. Salah satunya bentuk Gayang.

Senjata khas suku Toraja ini biasanya dikenakan sebagai aksesoris pada pakaian adat laki-laki. Bentuk ini ditambahkan dalam kain tenun untuk menambah pola khas yang spesifik.

Ditemui di kediaman sekaligus rumah produksinya di Jalan Surabaya, Kelurahan Gunung Telihan, ia menjelaskan kain tenun biasanya digunakan untuk acara adat suku Toraja. Dipakai sebagai rok ataupun dijahit menjadi baju.

Kain tenun Toraja biasanya juga digunakan dalam upacara kematian, untuk dibalutkan ke jenazah.

Selain itu, kain tenun juga dibuat menjadi sarung. Namun ukurannya lebih besar dari sarung yang biasa digunakan umat muslim untuk beribadah. Panjangnya bisa sampai dua meter.

“Kalau mengukur, tujuh bentangan tangan untuk dua lembar sarung. Dulu pengukurannya masih tradisional. Sekarang baru menggunakan meteran,” jelas dia.

Warga Bontang Sappe penenun kain Toraja yang masih eksis hingga saat ini (ist)

Sappe mengatakan, sejatinya tidak semua keturunan suku Toraja dapat menenun. Ia menjadi satu-satunya yang membuat kerajinan kain tenun Toraja di Bontang. Dibutuhkan ketelatenan dalam membuatnya.

Tidak heran, harga kain tenun dapat dibanderol ratusan ribu per meternya. Mengingat prosesnya yang terbilang lama dan butuh ketelitian serta kesabaran ekstra. Belum lagi penggunaan alat tenun yang mengharuskan penenun duduk tegak, dengan tetap mengoordinasikan bagian tubuh lain seperti tangan dan kaki.

Diakuinya, Pemkot Bontang pernah mengunjunginya. Kala itu, kain tenun Toraja ini direncanakan bakal dipadukan dengan ornamen khas Bontang. Namun, ia belum memperoleh informasi lanjutan.

“Saya pun sebenarnya enggak masalah kalau ada yang mau belajar atau untuk pelatihan. Ini bagian dari budaya yang harus dilestarikan,” tandasnya. (*)

Print Friendly, PDF & Email

Read Entire Article
Batam Now| Bontang Now | | |