BONTANGPOST.ID – Rabu (26/2/2025), dua tersangka baru dijemput paksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang di PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk periode 2018 hingga 2023.
Keduanya adalah bos anak usaha Pertamina. Yaitu, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya serta VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
Sebelumnya, keduanya diperiksa sebagai saksi. Namun, setelah pemeriksaan yang dilakukan secara maraton, penyidik berhasil menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Pada hari yang sama, tim penyidikan di Jampidsus telah menjadwalkan pemeriksaan kedua tersangka pukul 10.00 pagi dengan mengirimkan surat pemanggilan resmi untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Akan tetapi, keduanya tidak memenuhi panggilan. “Keduanya tidak hadir tanpa alasan yang jelas,” lanjut Qohar. Karena ketidakhadiran mereka, penyidik memutuskan untuk melakukan penjemputan paksa terhadap Maya dan Edward.
“Keduanya dibawa paksa ke ruang pemeriksaan setelah tidak hadir. Setelah dilakukan pemeriksaan, bukti yang ada cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka dalam kasus ini,” kata Qohar.
Setelah resmi menjadi tersangka baru kasus pertamax, keduanya kini ditahan di Rutan Kejagung cabang Salemba, selama 20 hari kedepan terhitung sejak Rabu (26/2).
Abdul Qohar menjelaskan peran Maya Kusmaya dan Edward Corne. Menurutnya, keduanya terlibat dalam proses blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (Pertamax) di terminal milik PT Orbit Terminal Merak yang dikelola oleh tersangka MKAR dan GRJ.
“Tersangka MK memerintahkan atau memberi persetujuan kepada tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 di terminal milik tersangka MKAR dan GRJ yang dijual dengan harga RON 92,” kata Qohar dalam konferensi pers.
Selain itu, kedua tersangka diduga menggunakan metode pembayaran spot atau penunjukan langsung dalam transaksi impor produk kilang, yang seharusnya menggunakan metode term atau pemilihan langsung.
Akibatnya, PT Pertamina Patra Niaga membayar harga yang lebih tinggi dari yang seharusnya. “Hal ini jelas bertentangan dengan prosedur pengadaan produk kilang yang seharusnya diikuti oleh PT Pertamina Patra Niaga,” tambah Qohar.
Kejagung juga menyatakan bahwa keduanya ikut serta dalam persetujuan mark up dalam kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi (YF), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Penetapan dua tersangka baru ini menambah jumlah tersangka yang sebelumnya tujuh orang kini menjadi sembilan orang.
Sembilan tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF).
Selanjutnya, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP), Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).
Kemudian, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati (DW), Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ).
Dan dua tersangka baru korupsi tata kelola minyak mentah Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya serta VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
Kejagung juga mengungkapkan bahwa total kerugian negara akibat tindakan korupsi ini mencapai sekitar Rp193,7 triliun.
“Kerugian dari ekspor minyak mentah domestik mencapai sekitar Rp35 triliun, sementara kerugian dari impor minyak mentah melalui DMUT/Broker diperkirakan mencapai Rp2,7 triliun.”
“Kerugian dari impor BBM dan pemberian kompensasi serta subsidi juga masing-masing diperkirakan mencapai Rp9 triliun, Rp126 triliun, dan Rp21 triliun,” jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar. (*)