BONTANGPOST.ID, Bontang – Rapat mediasi antara warga bukit Kayangan, RT 28 Desa Singa Gembara, Sangatta Utara, Kutai Timur (Kutim) dengan pihak PT Kaltim Prima Coal (KPC) serta aparat pemerintahan setempat, digelar Jum’at (24/5).
Rapat ini merupakan tindak lanjut atas keluhan warga terhadap aktivitas PT KPC di sekitar pemukiman mereka yang diduga menjadi penyebab keruhnya sungai di kawasan itu.
Selain itu, keluhan warga juga terkait akses listrik dan air bersih yang belum sampai di pemukiman mereka lantaran kawasan itu masuk dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT KPC.
Kuasa Hukum Warga Bukit Kayangan, Khoirul Arifin dalam pertemuan itu mempertanyakan status lahan yang warga tempati sekarang.
Ia menyebut warga bersedia menerima ganti rugi yang wajar jika lahan mereka masuk wilayah tambang.
Namun, Khoirul meminta agar kebutuhan dasar masyarakat dipenuhi seperti air, listrik, fasilitasi umum dan infrastruktur jika kawasan itu tidak masuk dalam aktivitas pertambangan PT KPC.
“Mari kita hidup berdampingan secara harmonis jangan sampai justru adanya aktivitas perusahaan menjadi potensi konflik dengan masyarakat,” kata Khoirul.
Terkait dengan itu, Manager Community Empowerment PT KPC, Nanang Supriyadi yang hadir dalam pertemuan itu menyampaikan bahwa aktivitas PT KPC di sekitar area pemukiman warga ini bukan pertambangan.
“Kami tadi menjelaskan bahwa sebenarnya yang sedang dibangun sangat dekat dengan RT 28 ini adalah fasilitas kolam pengendap,” ujar Wawan.
Ia menyatakan bahwa pembangunan kolam pengendap di kawasan ini adalah bagian dari prasyarat teknis sebelum pembukaan tambang.
Namun, pihak perusahaan belum bisa memastikan apakah wilayah pemukiman akan ditambang atau tidak.
“Komitmen dari pak Rusli (LM PT KPC), bahwa rencana tambang itu dinamis bergerak sesuai dengan kondisi. Mungkin rencana A tapi ada beberapa faktor berubah jad B dan C, ini ada evaluasi setiap 6 bulan. Untuk saat ini kayaknya batas tambang hanya di kolam yang akan dibangun,” jelas Wawan.
Wawan menyebut PT KPC menyatakan bahwa jika wilayah ini masuk dalam rencana tambang, maka proses pembebasan lahan akan mengacu pada kriteria yang ditetapkan oleh tim perusahaan.
“Untuk pembayaran yang wajar ini yang paham adalah dari pihak LM KPC. Kalau memang masuk di tambang, nanti kriteria dari LM akan kita sampaikan ke warga. Dari LM karena tidak datang nanti akan kita sampaikan ke mereka terkait penyampaian warga ini,” tambahnya.
Rapat mediasi ini menyepakati lima poin utama. Di antaranya PT KPC diminta memberikan jawaban tertulis terkait status lahan dan kesiapan memenuhi kebutuhan warga paling lambat 28 Mei 2025.
Instansi teknis akan melakukan verifikasi lapangan untuk percepatan pemenuhan kebutuhan dasar warga.
Pemeriksaan kualitas air dan pemantauan kesehatan warga juga akan dilakukan. PT KPC diminta memberi kepastian soal rencana tambang dan dampaknya. Semua pihak sepakat menunggu solusi konkret dari perusahaan dan pemerintah hingga tenggat tersebut. (kp)