Terbukti Terjadi Pencemaran Limbah PT PHSS, Pakar Hukum; Masuk Pidana Lingkungan, Pemerintah Jangan Jadi Bagian Kejahatan

3 days ago 12

BONTANGPOST.ID – Hasil uji lab terhadap limbah pengeboran PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) dan perairan di sekitar kolam penampungan limbah telah keluar. Hasil uji yang dilakukan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman adalah terjadi pencemaran di wilayah tersebut. Bahkan ada yang statusnya tercemar cukup berat.

Pencemaran itu juga diduga kuat menjadi penyebab mati massal kerang darah yang membuat nelayan Muara Badak menjadi gagal panen.

Menanggapi hal itu, dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menyebut pencemaran tersebut dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana pencemaran lingkungan.

“Dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 99 dan 100, jelas itu tindak pidana dan tidak bisa didiamkan,” ujar Castro, sapaannya.

Dengan begitu, pemerintah tidak boleh diam. Terlebih sudah ada pembuktian secara ilmiah berdasarkan uji laboratorium. Baik sengaja atau dalam konteks kealpaan, kata Casto, apa yang dilakukan PT PHSS termasuk pidana.

“Saya kawatir ini justru semacam persekongkolan antara pelaku pencemaran dalam hal ini pemerintah. Kalau mereka terus diam akan kejahatan yang berlangsung di depan mata mereka dan tidak melakukan apa-apa, itu artinya pemerintah masuk angin,” tegasnya.

Selain itu, kalau situasi ini dibiarkan, dapat menumpulkan pengawasan dari pemerintah. Semua pihak yang terlinat harus bertanggung jawab. “Karena ada kedugaan itu terjadi proses tawar menawar atau saling menyandera antara para pihak. Kalau ini dibiarkan tidak ada proses yang lebih serius dari pemerintah dan cenderung didiamkan, apa bedanya dengan pelaku kejahatan,” tegasnya.

bisa jadi soal korupsi dalam bentuk suap dan gratifikasi ada didalam perkara ini. makanya kemudian ada kecenderungan pemerintah dalam hal ini DLH itu diam tidak melakukan apa apa

Media ini sudah berupaya untuk mengonfirmasi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kukar Slamet Hadiraharjo. Dia kemudian mengarahkan untuk menghubungi Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Abdul Hamid Budiman, namun belum mendapat respons.

Sebelumnya diberitakan, terdapat lima poin kesimpulan dari hasil investigasi FPIK Unmul. Pertama, hasil analisis indeks saprobik (sampel plankton) menunjukkan pasca kematian massal kerang karena terjadi peningkatan bahan organik di perairan sekitar lokasi budidaya pada kondisi tercemar ringan sampai cukup berat.

Kedua, hasil pengamatan dan analisis jaringan (histopatologis) sampel kerang darah yang diambil dari seluruh lokasi budidaya (termasuk area budidaya kontrol di Tani Baru), menunjukkan kerusakan jaringan, kerusakan jaringan terberat terjadi pada lokasi budidaya yang berada dekat dengan K2 (K7 & K8).

Ketiga, lokasi budidaya kerang terletak pada perairan semi tertutup, sehingga dapat menyebabkan efek domino akibat kurangnya penggantian sirkulasi air (sebagai syarat budidaya kerang yang baik).

Selain itu, pelacakan polutan menggunakan isotop stabil δ 13C dari sampel sedimen masih berupa baseline signature/karakteristik karbon lokasi pengambilan sampel, sehingga sulit ditentukan adanya pengaruh dari kolam pengendapan limbah (K1).

Terakhir, diduga adanya konektifitas antara wellpad (K2) dengan perairan sekitar (K3 dsb), dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas air di lokasi budidaya terdekat, diindikasi dari konsentrasi COD yang tinggi pada area wellpad, nilai ini mengindikasikan adanya bahan kimia.

Akademisi Fakultas Kehutanan Unmul Esti Handayani, menyebut bahwa dari hasil uji lab itu memang terjadi pencemaran. “Ada pencemaran bahan organik tinggi,” katanya.

Diwawancarai terpisah, Manager Communication Relations & CID PT Pertamina Hulu Indonesia Dony Indrawan mengatakan, pihaknya menghargai dan mendukung langkah-langkah yang diambil Pemkab Kutai Kartanegara dalam menanggapi laporan yang disampaikan oleh masyarakat terkait kejadian gagal panen kerang dara di Muara Badak.

Berdasarkan tinjauan atas dokumen hasil investigasi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman yang meliputi hasil analisis lingkungan (indeks saprobik), hasil pengamatan dan analisis jaringan (histopatologis), serta analisis pelacakan polutan menggunakan isotop stabil δ13C, PT PHSS berpendapat bahwa dokumen hasil investigasi FPIK Unmul tersebut tidak konklusif.

“Maka, perusahaan menilai bahwa kegiatan pengeboran sumur PHSS tidak terbukti memiliki hubungan dengan kejadian gagal panen kerang darah tersebut,” katanya. (*)

Print Friendly, PDF & Email

Read Entire Article
Batam Now| Bontang Now | | |