BONTANGPOST.ID, Kutim – Kutai Timur menempati peringkat ketiga kasus pernikahan dini di Kalimantan Timur berdasarkan data Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA) tahun 2024. Tercatat, terdapat 47 kasus pernikahan anak di wilayah ini, terdiri dari 12 laki-laki dan 35 perempuan.
Angka tersebut menempatkan Kutim di bawah Kota Balikpapan yang mencatat 52 kasus, dan Kota Samarinda dengan 48 kasus.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kutim, Idham Cholid, menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2024 sebenarnya terdapat 111 permohonan dispensasi nikah, namun tidak semuanya disetujui oleh pengadilan agama.
”Sebenarnya yang mengajukan itu besar, tapi tidak semua yang mengajukan dispensasi itu disetujui. Untuk pernikahan dini itu kita bekerja sama dengan pengadilan agama. Jadi sebelum memutuskan, nanti akan berkomunikasi dengan dinas kami,” jelas Idham, Jumat (26/7/2025).
Langkah preventif juga terus dilakukan pihaknya melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi, khususnya parenting keluarga. Sosialisasi tersebut memuat bahaya pernikahan dini ditinjau dari aspek kesehatan, psikologi, dan sosial.
Menurut Idham, faktor utama penyebab pernikahan dini di Kutim adalah ekonomi dan kehamilan di luar nikah. “Rata-rata karena ekonomi. Anak tidak sekolah, lalu dinikahkan. Yang kedua karena ‘kecelakaan’, sudah hamil duluan sehingga orang tua mengajukan dispensasi,” paparnya.
Ia juga menyoroti adanya stigma di masyarakat yang menganggap menikahkan anak lebih baik daripada membiarkannya tidak bersekolah. “Ada pandangan, daripada anak tidak sekolah lebih baik menikah, karena nanti bisa membantu ekonomi keluarga,” katanya.
Meski kasus menyebar di seluruh wilayah Kutim, Idham menyebut pola penyebabnya cenderung berbeda. “Faktor ekonomi lebih dominan di daerah, sementara kehamilan di luar nikah banyak terjadi di kawasan perkotaan,” pungkasnya.
DPPPA Kutim menegaskan akan terus memperkuat sinergi lintas lembaga dalam upaya menekan angka pernikahan anak dan mendorong peningkatan kesadaran keluarga terhadap pentingnya pendidikan dan perlindungan anak. (*)