BONTANGPOST.ID, Muara Badak – Hasil uji lab dugaan pencemaran limbah pengeboran PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) akhirnya keluar. Sampel limbah diuji di laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Mulawarman.
Berdasarkan dokumen rangkuman hasil uji lab yang didapat Bontang Post, investigasi tersebut dipimpin oleh Prof Iwan Suyatna dengan lima anggota lainnya. Hasilnya disampaikan pada 13 Maret 2025. Namun, baru pada 21 April 2025 disampaikan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kutai Kartanegara kepada nelayan Muara Badak.
Hasil uji lab pun sudah diterima nelayan Muara Badak. ”Kami sudah terima hasil uji lab yang diserahkan DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kukar di Kantor Camat (Muara Badak),” kata Humas Aliansi Nelayan Kerang Darah Muara Badak, Yusuf.
Diketahui, pengambilan sampel dilakukan pada 23-25 Januari 2025. Sampel air plankton diambil dari sekitar lokasi pengambilan sampel material/sedimen sebanyak 15 titik.
Data plankton yang dikumpulkan mencakup jenis (taxa), jumlah jenis, jumlah individu per jenis pada setiap kelas, baik untuk fitoplankton maupun zooplankton, serta penghitungan indeks keanekaragaman (indeks Shannon/H’), indeks keseragaman (evenness), indeks dominansi, dan indeks saprobik (IS).
Sampel kerang darah (Anadara sp.) dalam keadaan hidup diambil dari lokasi budidaya kerang darah di perairan Muara Badak. Yaitu di empat lokasi, serta dari lokasi pembibitan Tani Baru. “Sampel kerang ini diamati dan dianalisis untuk mengetahui kondisi jaringan tubuhnya,” tertulis dalam laporan.
Sementara sampel material/sedimen diambil dari beberapa lokasi, yakni kolam pengendapan yang diberi kode K1, limpasan area sumur pengeboran PHSS (K2), perairan luar area sumur (K3), muara Sungai Prepat (K5), lokasi budidaya kerang darah di enam titik (K4, K6–K10), perairan Jawi-Jawi (K11), muara Sungai Toko Lima (K12), dan Sungai Tanjung Limau (K13).
Material atau sedimen ini diperlukan untuk pemeriksaan karbon (C13) yang digunakan sebagai penelusur atau tracer untuk melacak penyebaran bahan yang berasal dari sumber pencemaran.

Kesimpulan Investasigasi FPIK Unmul
Terdapat lima poin kesimpulan dari hasil investigasi FPIK Unmul. Pertama, hasil analisis indeks saprobik (sampel plankton) menunjukkan pasca kematian massal kerang karena terjadi peningkatan bahan organik di perairan sekitar lokasi budidaya pada kondisi tercemar ringan sampai cukup berat.
Kedua, hasil pengamatan dan analisis jaringan (histopatologis) sampel kerang darah yang diambil dari seluruh lokasi budidaya (termasuk area budidaya Kontrol di Tani Baru), menunjukkan kerusakan jaringan, kerusakan jaringan terberat terjadi pada lokasi budidaya yang berada dekat dengan K2 (K7 & K8).
Ketiga, lokasi budidaya kerang terletak pada perairan semi tertutup, sehingga dapat menyebabkan efek domino akibat kurangnya penggantian sirkulasi air (sebagai syarat budidaya kerang yang baik).
Selain itu, pelacakan polutan menggunakan isotop stabil δ 13C dari sampel sedimen masih berupa baseline signature/karakteristik karbon lokasi pengambilan sampel, sehingga sulit ditentukan adanya pengaruh dari kolam pengendapan limbah (K1).
Terakhir, diduga adanya konektifitas antara wellpad (K2) dengan perairan sekitar (K3 dsb), dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas air di lokasi budidaya terdekat, diindikasi dari konsentrasi COD yang tinggi pada area wellpad, nilai ini mengindikasikan adanya bahan kimia.
Akademisi Fakultas Kehutanan Unmul Esti Handayani, menyebut bahwa dari hasil uji lab itu memang terjadi pencemaran. “Ada pencemaran bahan organik tinggi,” katanya.
Sementara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kukar Slamet Raharjo belum merespons saat dimintai konfirmasi. Media ini juga masih berupaya mencoba konfirmasi PT Pertamina Hulu Indonesia sebagai induk PT PHSS (*)