Dugaan Pembabatan Mangrove di Teluk Lingga; Pemkab Kutim Belum Terima Laporan, Wabup Mau Panggil DLH

1 day ago 6

BONTANGPOST.ID, Kutim – Dugaan pembabatan hutan mangrove di kawasan pesisir Teluk Lingga Kutai Timur (Kutim), kini menjadi sorotan. Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim mengaku belum menerima laporan resmi terkait hal tersebut.

‎Wakil Bupati Kutim Mahyunadi, saat dimintai tanggapan menyatakan bahwa hingga kini dirinya belum mendapat laporan langsung dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutim.

‎”Itu kan baru isu. Baru saya lihat di media, lingkungan hidup belum ada laporan ke saya,” ujarnya saat diwawancarai, Selasa (29/7).

‎Menurut Mahyunadi, dirinya belum bisa memastikan kebenaran informasi tersebut karena belum ada data teknis maupun klasifikasi kawasan yang diterima secara resmi.

‎”Saya belum tahu klasifikasi mangrove itu yang seberapa, hutan mangrove tanaman berapa tahun, enggak tahu klasifikasinya. Jadi saya tidak mau berspekulasi tentang itu,” ujarnya.

‎Informasi yang dihimpun menyebutkan, kawasan yang diduga menjadi lokasi pembalakan saat ini berada dalam zona ekosistem mangrove sebagaimana tercantum dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) tahun 2021.

‎Aktivitas pembukaan lahan tersebut dikhawatirkan akan merusak ekosistem pesisir dan mengganggu keseimbangan lingkungan. ‎Menanggapi hal ini, Mahyunadi berjanji akan segera memanggil DLH Kutim untuk melakukan koordinasi lebih lanjut.

‎“Nanti saya panggil itu ‘deh. Saya panggil dinas. Terima kasih infonya. Ini saya panggil dulu DLH kita, untuk koordinasi dan saya tanya dulu DLH kita.” ucapnya.

Dari tingkat pusat, Kementerian Kehutanan telah menegaskan tidak lagi menerbitkan izin penebangan kayu di kawasan ekosistem mangrove. Komitmen ini menjadi bagian dari upaya nasional dalam menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.

‎”Tetapi jangan khawatir, di Kementerian Kehutanan sekarang tidak ada lagi perizinan yang sifatnya memberikan kegiatan untuk timber extraction, jadi semuanya itu adalah untuk kegiatan jasa lingkungan,” ujar Direktur Rehabilitasi Mangrove, Ristianto Pribadi, dalam forum diskusi Mangrove Breakthrough di Jakarta, dikutip dari Antara.

‎Untuk diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove juga menegaskan larangan penebangan mangrove di zona konservasi atau kawasan berfungsi lindung. Dalam Pasal 21 ayat (3), hanya beberapa aktivitas yang diperbolehkan di area tersebut, seperti penelitian, pendidikan, pemanfaatan hasil hutan non-kayu, serta kegiatan tradisional yang berkelanjutan.

‎Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin dan kewajiban pemulihan lingkungan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang telah diubah melalui UU Nomor 1 Tahun 2014, juga mengatur ancaman pidana bagi pihak yang dengan sengaja merusak mangrove. Ancaman hukuman pidana bisa mencapai 10 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp10 miliar.

‎Penegakan hukum tersebut mencakup berbagai bentuk pelanggaran, mulai dari reklamasi tanpa izin, pemanfaatan ruang pesisir secara ilegal, hingga menghalangi akses masyarakat terhadap sumber daya pesisir. (*)

Print Friendly, PDF & Email

Read Entire Article
Batam Now| Bontang Now | | |