Pulau Kumala, ikon wisata Kabupaten Kutai Kartanegara yang sempat meredup, kini tengah dibidik menjadi magnet baru sport tourism dan investasi. Di tengah euforia turnamen golf Bupati Cup 2025, rencana pembangunan lapangan golf bertaraf internasional mulai digulirkan.
BONTANGPOST.ID – Pagi di Tanah Merah, Samarinda, Minggu (27/7), dipenuhi suara tepuk tangan dan deru stik menghantam bola. Open Tournament Golf Bupati Kukar Cup 2025 resmi berakhir, dengan hampir 400 peserta dari berbagai daerah tuntas berlaga di lapangan.
Bukan sekadar kompetisi. Bagi Kutai Kartanegara, ini pertanda: gairah golf telah kembali setelah sembilan tahun vakum. “Dulu pernah ada, tapi lama berhenti. Kali ini para golfer Kukar berinisiatif. Alhamdulillah, sukses besar, bahkan pak gubernur ikut hadir sampai pembagian hadiah,” ucap Bupati Kukar Aulia Rahman Basri.
Yang membanggakan, turnamen ini tak menggunakan sepeser pun dana APBD. Murni dari sponsor dan kerja sama panitia. “Kita buktikan, event besar bisa berjalan dengan semangat kolaborasi,” tambahnya.
Dari momentum itulah, satu wacana besar lahir: Kukar harus punya lapangan golf sendiri. Dan pilihannya jatuh pada Pulau Kumala. Terletak tepat di tengah Sungai Mahakam, Pulau Kumala terbentang seluas 84 hektare.
Lahan terbuka, kontur datar, dikelilingi panorama alami. “Saya sudah beberapa kali keliling. Tempatnya luar biasa, hutan di tengah kota. Ini yang ingin kita brand ulang,” ujar Aulia.
Tak sekadar lapangan golf, kawasan ini digagas sebagai pusat hiburan terpadu. Konsepnya one stop entertainment. Ada zona konservasi flora-fauna khas Kukar, sentra UMKM, dan ruang publik. Kawasan pun akan dibagi ke dalam zona eksklusif dan zona terbuka, agar tetap inklusif untuk semua.
Untuk merealisasikan itu, Pemkab Kukar menyiapkan skema KPBU atau kerja sama pemerintah dan badan usaha. “Agar tidak membebani APBD,” tegas Aulia. Rencana itu bahkan mendapat sambutan langsung dari gubernur Kaltim dalam sambutannya saat turnamen.
Dukungan di level provinsi memperkuat posisi Pulau Kumala sebagai calon destinasi strategis baru. Dukungan juga datang dari dunia usaha. Kadin Kukar, melalui Wakil Ketua Umum Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dedi Sudarya, menilai proyek ini realistis dan prospektif.
“Pulau Kumala punya added value tinggi. Revitalisasi ini akan berdampak ekonomi, sosial, dan budaya,” katanya. Tak berhenti pada wacana, Kadin telah menjajaki komunikasi dengan sejumlah investor dari Jakarta. Beberapa bahkan mengusulkan konsep wisata terpadu.
Sirkuit balap, marina F1, glamping, hingga hiburan keluarga. “Yang jelas, kami akan bantu semaksimal mungkin agar investasi masuk lewat pendanaan swasta murni. Tidak menyentuh APBD,” tegas Dedi.
Namun membangun lapangan golf bukan sekadar soal lahan. Ia soal arah angin, efisiensi lintasan, dan keterpaduan desain. Dalam dunia arsitektur golf, satu lapangan idealnya terdiri dari 18 lubang, dibagi dua segmen: front 9 dan back 9. Masing-masing dimulai dan berakhir di clubhouse, agar pemain bisa rehat atau sekadar bermain separuh.
Desain pun mengatur agar tiap green berada dekat dengan tee box selanjutnya, memperpendek jarak tempuh pemain. Fairway disusun saling berlawanan agar muat di lahan kompak seperti pulau. Dalam beberapa kasus, dua lubang bisa berbagi tee, bahkan green. Area tee juga dibagi sesuai tingkat kemampuan: pria, wanita, hingga amatir. (Richardson, Routing the Golf Course, 2002).
Dengan kontur datar dan area terbuka, Pulau Kumala memenuhi semua prasyarat itu. Bahkan, beberapa area terbengkalai seperti Taman Burung bisa disulap menjadi klaster hijau baru. Lanskapnya yang rindang dan panorama sungai menjadikan atmosfer di pulau ini cocok bagi segmen golfer kelas atas.
Jika semua berjalan sesuai rencana, Kukar tak hanya akan memiliki arena golf berstandar internasional, tapi juga jantung baru ekonomi pariwisata. UMKM hidup, kunjungan meningkat, dan identitas kawasan terbangun ulang. Bukan sekadar rumput hijau dan lubang. Ini tentang membangun kembali denyut kawasan, dari jalur fairway hingga jalur ekonomi. (*)