BONTANGPOST.ID, Muara Badak – Kasus kekerasan anak di Muara Badak di mana tersangka tidak ditahan oleh kepolisian menjadi pertanyaan. Dampak psikologi korban harusnya turut diperhatikan.
Dikatakan Ketua Ikatan Psikologi Klinis Himpunan Psikologi (IPK HIMPSI) Ayunda Ramadhani korban dari penganiayaan mengalami trauma. “Seharusnya hal ini menjadi pertimbangan aparat,” kata dosen Program Studi Psikologi Fisip Unmul tersebut.
Tidak dilakukannya penahanan kepada tersangka, kata Ayunda, menjadi bukti kasus kekerasan anak belum menjadi prioritas. Padahal, anak adalah kelompok rentan yang seharusnya mendapat perlindungan.
Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Mulawarman Orin Gusta Andini mengatakan, mestinya polisi menahan tersangka. Alasannya agar tersangka tidak melarikan diri. Apalagi kasus tersebut berproses. Ditambah lagi kasus yang menjerat tersangka ini merupakan penganiayaan anak dibawah umur. “Memang kalau penahanan syaratnya ada obejktif dan subjektif,” ujar Orin.
Sebelumnya diberitakan, seorang anak kelas tiga SD di Muara Badak jadi korban penganiayaan. Semua bermula ketika korban dan rekan bermain lempar-lemparan di dekat rumah pelaku. Kemudian lemparan tersebut mengenai atap rumah pelaku, Senin (7/4/2025).
Akhirnya pelaku marah dan mengejar anak anak yang sedang bermain. Korban pun terpisah dengan rekan bermainnya. Akhirnya pelaku mendapatkan korban dan menganiayanya.
Korban mendapatkan penganiayaan berupa dijewer di bagian telinga, ditendang di bagian kaki dan bagian mulut ditampar. Serta bagian leher dicekik. Kemudian mendapatkan ancaman jika leher korban akan digorok.
Pelaku berinisial A sempat ditangkap jajaran Polsek Muara Badak. Laki-laki 49 tahun itu tinggal di Jalan Sultan Hasanuddin RT 06, Muara Badak, Kutai Kartanegara. Belakangan diketahui A tidak ditahan dan hanya dikenakan wajib lapor sembari polisi merampungkan pemberkasan.
Kapolres Bontang, AKBP Alex Frestian Lumban Tobing melalui Kapolsek Muara Badak, Iptu Danang mengatakan A tidak ditahan karena ancaman kurungan penjara di bawah empat tahun penjara.
Dimana pelaku disangkakan Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76C UURI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UURI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
Ia terancam hukuman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta. “Prosesnya masih jalan. Tidak bisa dilakukan penahanan karena ancaman hukuman di bawah empat tahun. Dikenakan UU Perlindungan Anak,” katanya.
Sementara ayah korban, mengatakan saat ini anaknya mengalami trauma dan sering bermimpi buruk setelah kejadian tersebut. Anaknya juga mengatakan sudah di tidak mau lagi tinggal di Kalimantan Timur (Kaltim). Hanya ingin ikut neneknya yang berada di Sulawesi.
“Saya tidak paham hukum. Anehnya saya melapor tanggal 7 April 2025. Cuma empat hari ditahan kemudian pelaku bebas dan tidak ditahan di Polsek Muara Badak,” terangnya.
Lebih jauh diceritakan ayah korban, yang membuatnya semakin bingung adalah dari laporan yang dilayangkan ke polisi. Selain menerima penganiayaan fisik. Anaknya juga mendapatkan ancaman akan digorok bagian leher. Namun dalam berita acara laporkan yang muncul hanya penganiayaan. Sementara soal ancaman tidak ada.
“Itulah yang membuat anak saya tidak bisa lupa (trauma) sama perkataan itu (ancaman). Di Kantor polisi saya juga bilang, selain fisik, juga ada ancaman. Tapi di laporan tidak ada ditulis (ancaman). Cuma fisik (penganiayaan),” bebernya.
Dia berharap, pelaku agar ditahan sampai proses persidangan selesai. “Kalau memang harus nunggu sidang kenapa pelaku tidak ditahan. Itu pelaku kejahatan bisa beraktifitas kembali. Sementara anak saya mengalami trauma. Tidak mau sekolah, mengaji dan aktivitas di luar rumah,” ujarnya. (*)