BONTANGPOST.ID, Kukar – Menjadi kawasan yang dikelilingi sumber daya mineral berupa batubara. Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) merasakan transformasi dari pertambangan yang terjadi. Desa yang dulu dikelilingi bukit hijau dan lahan pertanian kini berubah, seiring dengan ekspansi pertambangan di kawasan mereka.
Antarasawah dan pertambangan, sudah menjadi hal yang biasa di kecamatan ini. Di sudut kecamatan ini, Desa Buana Jaya. Dampak pertambangan amat terasa bagi warga setempat. Salah seorang warga yang terdampak adalah Ahmad Purwadi. Pria ini merasakan langsung dampak buruk dari pertambangan.
“Setiap hari kami harus berhadapan dengan debu yang masuk ke rumah. Kalau musim hujan, limbah air dari tambang juga mengalir ke lingkungan kami. Ini adalah keluhan kami, namun belum ada respon dari perusahaan. Mungkin karena kami juga belum melaporkannya ke dinas terkait,” ungkapnya.
Keluhan Purwadi ini nyata terasa bagi warga lain. Di desanya, area pertambangan hanya berjarak 75 meter dari permukiman warga. Pun dampak lingkungan ini membawa efek domino ke kehidupan warga. Dari debu, jalan yang berlumpur parah saat hujan, jalan desa yang rusak akibat lalu lalang kendaraan berat hingga air yang mencemari persawahan warga.
Di sisi lain, pertambangan di Desa Buana Jaya terbukti memiliki sisi positif dan negatif. Hal ini diungkapkan Sekretaris Desa Buana Jaya, Ahmad Wondo. Ia mengatakan, secara administrasi, desanya berada dalam area izin usaha pertambangan (IUP). Hal ini menjadi fakta bahwa aktivitas tambang di desanya bukan sesuatu yang baru apalagi tabu.
“Namun memang ada sisi positif dan negatif dari aktivitas tambang ini. Positifnya, harga tanah melonjak, banyak warga yang sebelumnya tidak mampu kuliah kini bisa berkuliah, yang dulunya tidak punya mobil sekarang bisa membeli mobil, dan banyak warga yang mendapat ganti rugi bisa membangun rumah lebih layak,” katanya.
Polemik pertambangan ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sejak lama. Terbukti dengan leluhur yang sudah melakukan pertambangan dalam kehidupan jaman dulu. “Buktinya, alat-alat musik tradisional berbahan logam sudah ada sejak dahulu kala,” ujar Wondo.
Wondo juga mengatakan warga yang berada dalam IUP ini mendapatkan kompensasi atau manfaat ekonomi secara langsung. Secara ekonomi, hal ini membawa dampak besar bagi warga. Namun secara lingkungan, hal ini justru membawa dampak buruk bagi warga khususnya yang bergantung pada pertanian. (moe)