BONTANGPOST.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi memutuskan bahwa keributan atau kerusuhan yang terjadi di ruang digital, termasuk media sosial, tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Putusan ini disampaikan dalam sidang pengucapan putusan yang digelar MK dan menjadi angin segar bagi banyak kalangan, terutama pegiat kebebasan berekspresi dan hak digital. Selama ini, UU ITE kerap dikritik karena dianggap multitafsir dan rawan digunakan untuk membungkam kritik serta perbedaan pendapat di dunia maya.
“Perselisihan atau perdebatan di ruang digital, meski berlangsung sengit atau bahkan menimbulkan keributan, tidak serta-merta dapat dipidana,” demikian salah satu poin penting dalam pertimbangan Mahkamah.
Tidak Lagi Delik Pidana
MK menegaskan bahwa suatu tindakan baru dapat dikategorikan sebagai delik pidana apabila memenuhi unsur-unsur yang jelas dalam hukum pidana, bukan semata karena menimbulkan kegaduhan di media sosial. Keributan atau perdebatan daring, menurut MK, adalah bagian dari dinamika masyarakat digital yang tidak bisa langsung ditafsirkan sebagai perbuatan melawan hukum.
Putusan ini mempertegas posisi hukum dalam melindungi kebebasan berekspresi sebagaimana diatur dalam Pasal 28E UUD 1945, sekaligus memberikan batasan agar pasal-pasal karet dalam UU ITE tidak lagi disalahgunakan.
Dampak bagi Publik dan Aktivis Digital
Putusan MK ini disambut positif oleh berbagai kelompok masyarakat sipil, terutama yang selama ini aktif menyuarakan reformasi UU ITE. Banyak kasus sebelumnya menunjukkan bagaimana warganet, aktivis, bahkan jurnalis, dilaporkan atau dipidana hanya karena opini, kritik, atau debat di media sosial.
Menurut SAFEnet, lembaga yang fokus pada hak digital, keputusan MK ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat ruang demokrasi digital di Indonesia.
“Selama ini, banyak korban kriminalisasi digital hanya karena beda pendapat atau dianggap membuat gaduh di dunia maya. Putusan MK bisa menjadi benteng perlindungan hak warga negara,” ujar Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet.
Meski demikian, para ahli hukum menekankan bahwa putusan ini perlu disosialisasikan secara luas agar aparat penegak hukum tidak lagi menggunakan pendekatan pidana terhadap keributan di media sosial yang bersifat wajar dalam diskursus publik.
Selain itu, diharapkan revisi UU ITE yang tengah berjalan bisa memperkuat semangat dari putusan MK ini, agar tidak lagi ada celah untuk kriminalisasi ekspresi digital.
Putusan Mahkamah Konstitusi terkait keributan di media sosial ini menjadi titik terang bagi kebebasan berekspresi di ruang digital Indonesia. Di tengah meningkatnya dinamika politik dan sosial di dunia maya, publik kini bisa lebih tenang menyampaikan pendapat. (*/ono)