BONTANGPOST.ID, Sangatta – Kematian seorang warga binaan Lapas Kelas IlA Bontang yang bernama Firdaus, meninggalkan sejumlah kejanggalan yang diungkap oleh pihak keluarga. Dugaan kuat adanya kekerasan sebelum kematiannya muncul setelah ditemukan luka-luka pada tubuh almarhum.
Kuasa hukum keluarga almarhum, Bahtiar, mengungkapkan bahwa keluarga baru menerima kabar duka pada Senin (10/3/2025) sekitar pukul 10.00. Padahal, almarhum telah dilarikan ke RSUD Taman Husada Bontang pada pukul 02.00 dini hari dan dinyatakan meninggal dunia pada pukul 06.35.
Pihak keluarga menyayangkan keterlambatan informasi dari pihak Lapas, yang tidak segera memberitahu saat almarhum dibawa ke rumah sakit. Lebih ironisnya, orangtua almarhum justru mengetahui kabar kematian tersebut bukan dari pihak Lapas, melainkan dari adik ipar ayah korban.
“Kenyataannya sama sekali tidak ada pemberitahuan atau dicari tahu keluarganya apa semua,” kata Bahtiar.
Setibanya di rumah sakit, keluarga menemukan tubuh almarhum dalam kondisi sudah siap untuk dibawa pulang tanpa penjelasan memadai mengenai penyebab kematiannya.
Saat kain yang menutupi jenazah dibuka, keluarga menemukan luka memar di beberapa bagian tubuh, luka terbuka di punggung yang masih mengeluarkan darah segar, serta benjolan di kepala. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa kematian almarhum bukan sekadar akibat penyakit seperti yang disampaikan.
Kejanggalan lain yang muncul adalah pernyataan dari pihak Lapas yang menyebut bahwa almarhum memiliki riwayat penyakit asma dan TBC. Namun, hal ini bertolak belakang dengan fakta yang diketahui oleh pihak keluarga.
Selama dalam masa tahanan, almarhum tidak pernah mengeluhkan adanya penyakit serius saat berkomunikasi dengan keluarga. Setiap kali berinteraksi, baik melalui telepon maupun dalam kunjungan, almarhum selalu terlihat dalam kondisi sehat dan tidak menunjukkan tanda-tanda menderita penyakit yang disebutkan oleh pihak Lapas.
Lebih lanjut, Bahtiar menyoroti dugaan adanya perlakuan tidak wajar yang dialami almarhum sebelum meninggal dunia. Beredar informasi bahwa almarhum sempat mendapat hukuman dan dimasukkan ke dalam “Kandang Macan,” sebuah istilah yang merujuk pada bentuk hukuman khusus di dalam Lapas. Hukuman tersebut diduga berkaitan dengan penggunaan ponsel di dalam penjara.
Namun, sebelum meninggal, almarhum sempat mengirim pesan kepada keluarganya yang mengungkap fakta mengejutkan. Dalam chat tersebut, ia menyebut bahwa penggunaan ponsel di dalam Lapas sebenarnya diperbolehkan, asalkan membayar sejumlah uang, yakni sebesar Rp8 juta. Informasi ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik tidak transparan di dalam Lapas serta kemungkinan penyalahgunaan wewenang yang berujung pada perlakuan tidak manusiawi terhadap almarhum.
“Informasi yang kami dapat saudara Firdaus ini dia bebas pakai HP di situ. Bahkan ada bukti chat, bagi siapa saja napi bebas pakai situ, tapi ada biaya per bulannya itu Rp8 juta,” ungkapnya.
Selain itu, ayah almarhum Juliansyah, mengungkapkan bahwa dirinya sempat didatangi oleh seseorang yang mengaku sebagai Kepala Keamanan Lapas, bernama Angga. Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh kuasa hukum keluarga, pihak Lapas tersebut mengakui adanya kelalaian dalam mengawasi bawahannya.
Lebih dari itu, perwakilan Lapas bahkan menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban. Pengakuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa telah terjadi kesalahan prosedur atau bahkan tindakan kekerasan di dalam Lapas, yang berujung pada kematian almarhum.
“Pak Angga sendiri mengakui kalau dia lalai dalam mengawasi bawahannya. Dia juga sempat meminta maaf kepada kami atas kejadian ini,” ujar Juliansyah.
Pihak keluarga almarhum telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian dan meminta agar penyelidikan dilakukan secara transparan. Mereka juga berencana mengajukan permohonan kepada Komnas HAM dan LPSK untuk mengawal kasus ini.
“Harapan kami, semoga polisi, khususnya Polres Bontang, bisa bertindak adil tanpa tebang pilih. Jangan pandang bulu, siapa pun yang terlibat harus diproses sesuai hukum, karena yang kami cari di sini adalah keadilan,” tegas Bahtiar.
Hingga kini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap penyebab pasti kematian Firdaus dan memastikan ada atau tidaknya unsur kekerasan dalam kasus ini. (*)