BONTANGPOST.ID, Bontang – Aktivitas penambangan ilegal galian C di Kota Bontang masih terus berlangsung, meskipun Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur telah menyegel lokasi tersebut sejak awal bulan.
Menanggapi situasi ini, Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM Kaltim, A. Prannata, mengimbau masyarakat untuk turut serta mengawasi kegiatan tambang ilegal. Ia meminta warga mendokumentasikan aktivitas tersebut dan melaporkannya langsung kepada aparat penegak hukum (APH). “Karena ini sudah masuk dalam ranah penegakan hukum,” tegas Prannata.
Ia juga mendorong organisasi perangkat daerah (OPD) terkait di Kota Bontang untuk lebih aktif. Pasalnya, lokasi tambang itu sebagian besar berada di kawasan hutan lindung. OPD juga diminta berkoordinasi dengan kepolisian atau Gakkum Kehutanan agar aktivitas ilegal tidak terus merusak lingkungan. “Jika dibiarkan, bisa berpotensi menyebabkan bencana seperti longsor dan banjir di Kota Bontang,” ujarnya.
Berdasarkan video yang beredar di masyarakat, wartawan Kaltim Post melakukan penelusuran dan memastikan bahwa aktivitas tambang memang terjadi di kawasan hutan lindung. Prannata membenarkan bahwa area yang telah terbuka di Kelurahan Kanaan mencapai 37,25 hektare, sebagian di antaranya termasuk dalam kawasan hutan lindung.
Dari hasil pemetaan, tidak ada satu pun izin pertambangan galian C yang diterbitkan untuk wilayah Kelurahan Kanaan. Sebelumnya, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni menyatakan bahwa urusan galian C merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Kaltim, bukan pemerintah kota. Meski begitu, ia telah menugaskan Wakil Wali Kota Agus Haris untuk melakukan pengawasan. “Nanti pengawasannya dilakukan oleh Pak Wakil,” ujar Neni.
Wali kota mengakui bahwa tambang ilegal ini seharusnya bisa diproses secara hukum. Namun, ia mengaku prihatin jika warganya sampai harus berhadapan dengan proses pidana. Karena itu, pendekatan persuasif akan menjadi langkah awal yang diambil Pemkot. “Kalau sudah diberi peringatan, nanti itu jadi wewenang pemprov. Saya harap masyarakat yang melaporkannya ke provinsi,” lanjutnya.
Neni juga menambahkan bahwa pihaknya telah memfasilitasi penyampaian laporan ke Pemprov Kaltim. Namun untuk pendekatan langsung kepada warga, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Wakil Wali Kota. Ia menyebut persoalan ini turut dipicu oleh perbedaan harga tanah di kawasan Kanaan jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Sambera. “Harganya beda jauh. Masa kita mau biarkan terus seperti ini? Karena itu sebelumnya kami juga sudah menyurati pemprov,” pungkasnya. (*)