BONTANGPOST.ID, Bontang – Sengkarut yang terjadi di PT Laut Bontang Bersinar (LBB) kian pelik. Permasalahan tunggakan gaji dan setoran ke kas daerah menjadi sorotan legislator.
Ketua Komisi B DPRD Rustam mengatakan, sangat menyayangkan kondisi yang terjadi. Apalagi pendapatan LBB cukup menjanjikan dalam pengelolaan pelabuhan.
“Faktanya itu memalukan karena transaksi di pelabuhan itu umumnya cash semua. Kecuali kerja sama pelabuhan yang berkelanjutan,” kata Rustam.
Namun, untuk membayar gaji karyawan, anak usaha Perumda AUJ itu cukup kesulitan. Termasuk kewajiban membayar kontribusi tetap dan bagi hasil ke kas daerah. Rustam menilai ini ada faktor kelalaian manajemen. “Sangat disayangkan bisa terjadi seperti ini,” ucapnya.
Sesungguhnya SDM merupakan dasar utama dalam perusahaan ketika manajemen dibentuk. Artinya manajemen harus siap dari aspek segalanya. Pun dengan gaji dan tunjangan karyawan serta infrastruktur penunjang.
“LBB sebenarnya lahan usaha yang baik,” tutur dia.
Dengan kondisi itu, Politikus Golkar tersebut bakal memanggil Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) pada awal pekan depan. Tujuannya untuk mengetahui skema perjanjian sewa pakai aset daerah.
“Kalau LBB susah dipanggil, biar Perumda AUJ yang panggil mereka (LBB). Nanti kami juga tanyakan ke Dewan Pengawasnya,” terangnya.
Rustam menyatakan pemkot harus bersikap tegas dengan tunggakan itu. Mengenai apakah mengusulkan perombakan direksi LBB, itu juga menjadi wewenang dari induk perusahaan, yakni Perumda AUJ.
Sementara Dirut Perumda AUJ Abdu Rahman telah memberikan teguran kepada direksi PT LBB. Bentuknya dengan meminta direksi menyelesaikan masalah itu. Jika saat ini direksi berada di luar daerah, diminta segera kembali ke Bontang.
“Penyelesaian gaji juga harus diselesaikan. Termasuk kewajiban membayar iuran BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan,” sebutnya.
Terkait dengan tunggakan ke kas daerah, LBB turut diwajibkan segera membayar. Supaya tidak membengkak dengan besaran denda tiap bulannya. Target penyelesaian bulan ini. “Kami sudah panggil direksi dan komisaris untuk menyelesaikan itu,” ujarnya.
Sebelumnya, Kabid Pengelolaan Barang Milik Daerah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bontang Shantie Nor Farida mengatakan, khusus untuk kontribusi tetap seharusnya dibayarkan paling lambat 31 Maret tiap tahunnya. Nominalnya tiap tahun sama, yakni Rp 451.462.568.
“Hingga saat ini belum bayar. Infonya masih dalam proses di internal mereka (LBB),” kata Shantie.
Jika terlambat pembayaran maka anak usaha tersebut akan dikenakan denda. Besarannya 2,5 persen tiap bulannya. Saat ini sudah memasuki tujuh bulan keterlambatan pembayaran. LBB wajib membayar denda Rp 79 juta. Di tambah besaran kontribusi tetap. Sehingga totalnya Rp 530.468.517.
“Kami sudah bersurat untuk mengingatkan pembayaran karena melebihi batas waktu,” ucapnya.
Respons unit usaha BUMD itu ialah akan menindaklanjuti surat BPKAD. Dikatakan Shantie pada tahun sebelumnya pembayaran kontribusi tetap dibayar sebelum batas waktu.
Adapun untuk bagi hasil juga belum disetorkan ke kas daerah. Bahkan BPKAD belum mendapatkan laporan terkait audit dari akuntan publik. Sesuai dengan kerja sama pemanfaatan aset, pembagian bagi hasil yakni 60 persen pemkot dan 40 persen PT LBB. Sejatinya pembayaran itu juga dilakukan paling lambat akhir Maret di tahun berikutnya.
“Kalau kontribusi tetap belum bayar apalagi bagi hasil. Bagi hasil berdasarkan laporan keuangan yang disusun KAP. Dari situ tahu posisi keuangan,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: