Jepang Wajibkan Pengusaha Lindungi Pekerja dari Suhu Ekstrem, Indonesia Kapan?

2 days ago 27

Bisnis.com, JAKARTA — Jepang mulai menerapkan aturan yang lebih ketat untuk melindungi pekerja dari bahaya suhu ekstrem

Terhitung 1 Juni 2025, pemerintah Jepang mewajibkan para pengusaha untuk mengambil langkah-langkah pencegahan untuk mencegah heatstroke. Heatstroke adalah kondisi suhu tubuh sangat tinggi yang mengakibatkan kerusakan organ.

Aturan ini bukan sekadar imbauan, Jepang akan menjatuhkan denda kepada pengusaha yang gagal mematuhi hingga 500.000 yen (sekitar $3.475).

Melansir Bloomberg, Data Kementerian Kesehatan Jepang mencatat 30 kematian dan sekitar 1.200 cedera terkait suhu tinggi di tempat kerja pada 2024. Sebagian besar, kejadian itu terjadi di sektor konstruksi dan manufaktur. 

Di sisi lain, berdasarkan data WHO, ada hampir setengah juta kematian terkait panas setiap tahunnya antara 2000 dan 2019.

Aturan perlindungan pekerja dari panas ekstrem di Jepang juga mengharuskan pengusaha untuk menerapkan protokol untuk segera menemukan dan membantu pekerja yang menunjukkan gejala sengatan panas.

Selain itu, perusahaan juga didorong untuk menggunakan sistem pengawasan sesama pekerja, mendistribusikan perangkat yang dapat digunakan untuk memantau staf, dan menyediakan transportasi darurat ke rumah sakit atau klinik.

Kebijakan keselamatan kerja terkait suhu tinggi di Jepang, menjadi salah satu contoh langka secara global dalam menerapkan kebijakan nasional tentang keselamatan kerja terkait panas. Keputusan ini muncul setelah musim panas tahun lalu dengan suhu tertinggi pada Juli 2024.

Selain dampaknya pada kesehatan masyarakat, suhu yang lebih tinggi juga memengaruhi produktivitas pekerja. Ada kekhawatiran yang meningkat terhadap dampak ekonomi dari gelombang panas. 

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mencatat bahwa suhu rata-rata global telah melampaui 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri untuk pertama kalinya pada 2024. Bahkan, rekor suhu tertinggi baru diperkirakan akan terjadi dalam lima tahun ke depan.

Merujuk studi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pada 2019 mengungkapkan bahwa pekerja dengan intensitas kerja sedang dapat kehilangan separuh kapasitas kerjanya pada suhu 33°C hingga 34°C (91°F-93°F). 

Laporan yang sama memperkirakan, dampak ekonomi dari stres panas pada 2030 bisa mencapai $2,4 triliun jika emisi gas rumah kaca tidak dipangkas. Ini menunjukkan bahwa perlindungan pekerja dari panas ekstrem bukan hanya masalah kesehatan, tapi juga ekonomi.

Beberapa perusahaan besar di Jepang langsung bergerak cepat merespons kebijakan ini. Shimizu Corp., salah satu kontraktor yang mempekerjakan 20.000 orang di Jepang, menyatakan terus memperbarui kebijakan pencegahan heatstroke.

“Kami sedang mengerjakan langkah-langkah seperti mengambil waktu istirahat sesuai dengan indeks panas dan mengukur suhu tubuh internal menggunakan perangkat yang dapat dikenakan,” kata seorang juru bicara Shimizu Corp, dikutip Bloomberg.

Tak ketinggalan, layanan pengiriman paket Yamato Transport Co. berencana mendistribusikan 75.000 rompi berpendingin kepada pekerjanya, termasuk kurir sepeda. Mereka juga memasang 3.000 alat pengukur indeks bola basah di lokasi bisnis untuk melacak kondisi kerja.

Akademisi dan peneliti juga merespon positif kebijakan pemerintah Jepang untuk melindungi para pekerja. “Kebijakan ini berpotensi mengurangi kematian akibat sengatan panas akibat aktivitas fisik,” kata Yuri Hosokawa, seorang guru besar di Universitas Waseda yang mempelajari dampak panas pada atlet.

Langkah Jepang ini dapat menjadi contoh bagi negara lain, termasuk Indonesia, yang juga menghadapi tantangan suhu ekstrem. Di Amerika Serikat sendiri, beberapa negara bagian seperti California dan Washington telah mengembangkan aturan serupa.

Terpisah, laporan terbaru hasil kolaborasi World Weather Attribution, Climate Central dan Red Cross Climate Centre mengungkap bahwa 4 miliar penduduk atau sekitar setengah dari populasi dunia mengalami 30 hari tambahan dengan suhu panas ekstrem dalam kurun Mei 2024 sampai Mei 2025 karena perubahan iklim.

Indonesia dan Singapura mencatat tambahan 99 hari dengan suhu panas ekstrem selama periode tersebut. Sementara itu, negara-negara pulau di Pasifik dan Karibia seperti Barbados dan Haiti mengalami 120 hari tambahan dengan suhu panas ekstrem di atas rata-rata historis.

Para saintis mendefinisikan panas ekstrem sebagai hari dengan suhu yang 90% berada di atas rata-rata historis wilayah tersebut. Definisi ini ditetapkan untuk menangkap gambaran yang lebih lokal, alih-alih dalam skala global.

Tahun lalu merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat dan periode yang dikaji dalam laporan ini mencakup sejumlah gelombang panas ekstrem yang melanda berbagai wilayah.

Termasuk di dalamnya adalah gelombang panas di Amerika Serikat bagian barat daya pada Juni, kemudian di Eropa selatan pada Juli, serta di Asia Tengah pada Maret tahun ini.

Source link

Read Entire Article
Batam Now| Bontang Now | | |