Juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis Christophe Lemoine mengatakan Paris tak mau mengomentari soal kasus Putin mengenai invasinya di Ukraina.
Meski begitu, ia berujar posisi Paris pada dasarnya sama mengenai putusan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) baik terhadap Netanyahu maupun Putin.
“Kami mungkin kurang tepat ketika mengomentari kasus Putin dibandingkan dengan yang sekarang tetapi, bagaimanapun, posisi kami sama,” kata Lemoine kepada wartawan, Kamis (28/11), seperti dikutip Reuters.
Saat ditanya apakah Prancis akan menangkap Putin jika sang Presiden menginjakan kaki di Paris, ia menyatakan bahwa tak ada kekebalan hukum bagi Putin.
Lemoine berujar Putin harus bertanggung jawab atas perbuatannya sesuai dengan hukum internasional.
“Berkenaan dengan Vladimir Putin, semua orang yang melakukan kejahatan tidak memiliki impunitas. Mereka harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka, dan kami selalu mengatakan bahwa kami akan menerapkan hukum internasional dalam semua aspeknya,” kata Lemoine.
Meski bicara demikian, Lemoine sempat menjawab pertanyaan mengenai impunitas. Dia mengatakan persoalan kekebalan hukum ini “kompleks” di ICC dan bahwa tiap-tiap negara terkadang memiliki pandangan yang berbeda mengenai masalah ini.
Pada 21 November, Mahkamah Pidana Internasional merilis surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan eks Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang di Jalur Gaza, Palestina.
Semua negara Uni Eropa, termasuk Prancis, adalah penandatangan Statuta Roma ICC sehingga harus mematuhi perintah badan peradilan tersebut.
Kendati begitu, pada Rabu (27/11), Prancis menyatakan mereka tak bisa menangkap Netanyahu karena sang PM kebal hukum. Prancis menilai impunitas Netanyahu didapat lantaran Israel bukan peratifikasi Statuta Roma.
Statuta Roma adalah dasar didirikannya ICC yang berisi kewenangan untuk mengadili kejahatan serius seperti genosida, kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, hingga kejahatan agresi.
Jauh sebelum ICC menerbitkan perintah penangkapan terhadap Netanyahu, badan itu telah lebih dulu merilis surat perintah penangkapan terhadap Vladimir Putin pada Maret 2023.
ICC menyebut Putin diduga kuat melakukan kejahatan perang di Ukraina dengan mendeportasi secara ilegal anak-anak Ukraina ke Rusia bersama-sama dengan Komisaris hak anak Rusia, Maria Lvova-Belova.
Sama seperti Israel, Rusia juga bukan penandatangan Statuta Roma ICC.
Kendati begitu, saat ICC mengeluarkan perintah penangkapan Putin, Prancis menyatakan bahwa bahwa tak ada yang bisa lolos dari keadilan terlepas dari status mereka.
“Tak seorangpun yang bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan Rusia di Ukraina, terlepas dari status mereka, boleh lolos dari keadilan,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Prancis pada 2023.
Menurut profesor hukum internasional di Universitas Middlesex, William Schabas, sikap Prancis ini merupakan standar ganda karena Prancis mendasarkan posisinya terhadap siapa yang dianggapnya teman dan musuh, bukan terhadap prinsip hukum.