Jakarta, CNN Indonesia —
Filipina menyatakan akan mematuhi prosedur jika interpol berupaya menangkap mantan Presiden Rodrigo Duterte karena dugaan kejahatan kemanusiaan terkait perang melawan narkoba saat dia menjabat.
Sekretaris Eksekutif Kepresidenan Filipina Lucas Bersamin menyatakan siap menyerahkan Duterte jika interpol meminta pemerintah melakukannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Pemerintah akan merasa berkewajiban untuk mempertimbangkan red notice tersebut sebagai permintaan yang harus dihormati, dalam hal ini lembaga penegak hukum dalam negeri harus terikat untuk memberikan kerja sama penuh,” kata Barsamin pada Rabu (13/11), dikutip Reuters.
Barsamin juga mengatakan pemerintah Filipina tak akan menghalangi jika Duterte ingin menyerahkan diri ke ICC.
Pernyataan pemerintah Filipina muncul usai Duterte menghadapi sidang di kongres terkait kasus perang melawan narkoba pada Rabu.
Sidang berlangsung selama 10 jam. Dalam pertemuan tersebut, Duterte menghadapi keluarga korban. Dia menegaskan tak menyesali keputusan yang diambil.
“Tidak ada yang perlu saya sembunyikan. Apa yang saya lakukan, saya lakukan demi negara dan demi generasi muda,” kata Duterte dalam sidang kongres.
Dia lalu berujar, “Tak ada alasan. Tak ada permintaan maaf. Kalau saya masuk neraka, biarlah.”
Eks presiden Filipina itu juga mengaku tak sabar dan meminta ICC untuk “bergegas” menyelesaikan kasus.
Selain itu, Duterte menyatakan bertanggung jawab penuh atas apa yang terjadi di Filipina di bawah pemerintahan dia.
“Saya sudah tua, saya mungkin akan segera meninggal. Anda mungkin akan kehilangan kesenangan melihat saya berdiri di depan pengadilan untuk mendengarkan putusan apa pun,” kata dia.
Duterte terseret kasus usai dilaporkan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) karena dugaan kejahatan kemanusiaan di bawah pemerintahan dia pada 2016-2022.
Kemudian pada 2021, ICC mengumumkan akan melakukan penyelidikan menyeluruh terkait kasus tersebut.
Menurut catatan polisi, lebih dari 6.200 orang tewas dalam operasi anti-narkoba di bawah pemerintahan Duterte. Namun, jumlah korban diyakini lebih tinggi.
(isa/rds)