Bisnis.com, JAKARTA — DPR RI tengah mengkaji wacana pembentukan badan baru dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Komoditas Strategis, yakni Badan Komoditas Strategis.
RUU tersebut mulai dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama sejumlah kementerian pada rapat kerja yang berlangsung kemarin, Kamis (4/9/2025).
Tak hanya soal pembentukan badan baru, Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan menyebut bahwa RUU Komoditas Strategis bertujuan mengatur tata kelola dan tata niaga komoditas mulai dari hulu hingga hilir.
Dia menjelaskan bahwa rancangan beleid ini akan mencakup sektor pertanian, perkebunan, hingga perindustrian, serta berfokus untuk membatasi aktivitas impor.
“Makanya dikatakan omnibus, karena begitu banyak masukan. Nantinya akan diatur tata kelola dan tata niaganya dari hulu sampai hilir,” kata Bob dalam keterangannya, dikutip pada Jumat (5/9/2025).
Apa Itu Badan Komoditas Strategis?
Dalam draf RUU Komoditas Strategis yang dapat diakses di situs resmi DPR, pengaturan mengenai Badan Komoditas Strategis termaktub dalam Bab XII.
Pasal 56 menyatakan bahwa pemerintah pusat membentuk badan Komoditas Strategis yang berfungsi sebagai wadah untuk pengembangan komoditas strategis dan industri pengolahan komoditas strategis bagi seluruh pemangku kepentingan, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal berikutnya menyatakan bahwa tugas Badan Komoditas Strategis setidaknya mencakup tujuh poin. Pertama, badan tersebut bertugas untuk mendorong pembangunan ekonomi komoditas dan industri pengolahan strategis yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Tugas kedua adalah mendorong integrasi dan pengembangan riset terkait, ketiga yaitu melakukan promosi dan diplomasi internasional, sedangkan yang keempat adalah mendorong sinergi antarkelembagaan di bidang yang sama.
Berikutnya atau kelima, Badan Komoditas Strategis juga bertugas mengembangkan hilirisasi produk komoditas strategis. Tugas keenam ialah membangun kemitraan inklusif antara petani, pelaku usaha, koperasi, dan industri pengolahan; sedangkan ketujuh yakni mendorong keseimbangan pemanfaatan untuk pembangunan industri di hilir dan peningkatan produktivitas di hulu.
Lebih lanjut, Pasal 58 RUU Komoditas Strategis mengatur bahwa operasional kegiatan dan kelembagaan Badan Komoditas Strategis bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dan/atau sumber pendapatan lain yang sah.
Sementara itu, Pasal 59 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas, susunan organisasi, tata kerja, dan sumber operasional Badan Komoditas Strategis akan diatur dengan Peraturan Presiden.
Potensi Tumpang Tindih
Dalam rapat kerja antara Baleg DPR RI dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag), terdapat pembahasan bahwa pembentukan badan baru dalam RUU Komoditas Strategis berpotensi tumpang tindih dengan kelembagaan yang telah ada.
Iqbal Shoffan Shofwan selaku Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag memberikan masukan bahwa pembentukan badan baru ini perlu memperhatikan lingkup kebijakan komoditas strategis yang telah ada di berbagai kementerian dan lembaga.
“Apabila dilakukan pembentukan lembaga baru, maka perlu dipertegas batas-batas kewenangan yang jelas dari dibentuknya Badan Komoditas Strategis yang baru ini,” kata Iqbal di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (4/9/2025).
Selain itu, dia juga menyoroti aspek penyederhanaan kelembagaan mengenai tata kelola komoditas strategis nasional dalam wacana pembentukan badan baru ini.
Secara spesifik, Iqbal mencontohkan perihal Pasal 47 ayat (3) RUU Komoditas Strategis yang menyatakan bahwa Badan Komoditas Strategis akan mengoordinasikan promosi dagang luar negeri.
Menurutnya, ketentuan berpotensi tumpang tindih mengingat peraturan lainnya yang memberikan kewenangan kepada Menteri Perdagangan untuk menjalankan fungsi tersebut.
“Hal ini perlu dipertimbangkan kembali untuk diharmonisasikan dengan PP No. 29/2021 yang menetapkan Menteri Perdagangan sebagai koordinator,” ujarnya.
Di samping itu, Kemendag juga memberikan masukan perihal peningkatan nilai ekspor komoditas strategis, pembagian kewenangan antara pusat dan daerah, penetapan harga, hingga pengamanan perdagangan dalam dan luar negeri.