Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Polri menjerat seluruh bandar dan pihak yang terlibat dalam peredaran narkoba dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Itu disampaikannya merespons langkah Polri yang menggerebek vila di Uluwatu Bali yang dijadikan sebagai klandestin laboratorium atau pabrik narkotika jenis hasis.
Menurutnya, TPPU menjadi salah satu instrumen efektif untuk membongkar jaringan sindikat narkoba yang seringkali memiliki struktur keuangan yang kompleks.
Bamsoet mengatakan dengan pasal TPPU, Polri dapat melacak aliran dana yang dihasilkan dari aktivitas ilegal dan mengidentifikasi aset-aset pelaku yang didapatkan secara tidak sah.
“Kerjasama Polri dengan pihak terkait, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam penerapan pasal TPPU sangat penting. PPATK memiliki peran vital dalam mengawasi dan menganalisis transaksi keuangan yang mencurigakan,” kata Bamsoet dalam keterangan tertulis, Rabu (20/11).
Ia mengatakan penyitaan aset-aset yang dimiliki oleh bandar narkoba dan kurir diharapkan dapat memberikan efek jera yang mendalam.
Dengan cara itu, menurut dia, Polri tidak hanya menghentikan peredaran narkoba, tetapi juga memiskinkan pelaku dan merusak kemampuan finansial jaringan narkoba.
“Keberhasilan dalam menyita aset bisa menjadi sinyal yang kuat bagi para pelaku lainnya bahwa tindakan mereka tidak akan luput dari hukum dan konsekuensinya tidak hanya berupa penjara, tetapi juga hilangnya kekayaan yang telah diperoleh dengan cara yang illegal,” katanya.
Bareskrim Polri sebelumnya menggrebek pabrik narkoba tersembunyi atau klandestin laboratorium berjenis narkotika hasis di sebuah vila yang berlokasi di Jalan Cempaka Gading, Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Nilai narkoba yang disita mencapai triliunan rupiah, terdiri dari narkoba berbagai jenis dan alat produksi membuat narkotika.
“Ini sudah beroperasi selama dua bulan. Estimasi nilai barang bukti yang diproduksi, hasis padat, hasis cair dan pil happy five itu nilainya fantastis, mencapai Rp 1,5 triliun,” kata Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada saat konferensi pers di TKP, Selasa (19/11).
Dari penggerebekan tersebut ditangkap empat orang pelaku berinisial MR, RR, N dan DA yang merupakan peracik dan pengemas atau disebut koki. Keempat orang itu adalah Warga Negara Indonesia (WNI).
Kemudian, ada empat WNI lain masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Mereka adalah DOM selaku pengendali, MAN selaku penyewa vila, RMD selaku peracik dan pengemas dan inisial IC perekrut karyawan.