BONTANGPOST.ID, Sangatta – Pengadaan sepatu pantofel senilai Rp 1,4 miliar untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) di Sekretariat Daerah Kutai Timur menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.
Berbagai pihak menilai langkah itu kurang efektif terhadap situasi sosial ekonomi yang masih dihadapi warga.
Ketua Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Kalimantan Timur-Kalimantan Utara (Kaltimtara), Ashan Putra Pradana, menilai pengadaan itu tidak membawa manfaat langsung bagi peningkatan kinerja ASN.
“Itu kan bukan bentuk daripada memudahkan kinerja ASN. Kenapa harus ada pantofel? Ketahuan betul dong, kalau ASN ini enggak mampu membeli biar sepatu pantofel,” ujarnya, Sabtu, (07/6).
Ia juga mempertanyakan urgensi pengadaan tersebut, sebab menurutnya ASN sudah mendapat berbagai tunjangan dan fasilitas dari pemerintah.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar anggaran sebesar itu dialihkan pada hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Kalau bahasa kasar saya mending kita belikan susu anak-anak atau makanan yang bergizi buat anak-anak. Nah, itu jauh lebih produktif,” tegasnya.
Bukan hanya itu, ia juga mempertanyakan alokasi anggaran yang nilainya ratusan juta untuk pengadaannya tas dan handuk.
Pengadaan itu menurutnya tidak layak dilakukan di tengah efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
“Jangan juga karena presiden itu alumni militer mau kemudian harus beli ransel gitu. Itu layak enggak sebenarnya? Ya, kalau saya ya, saya berpandangan menurut saya itu buang-buang anggaran,” tambahnya.
Ia mengingatkan bahwa Kutai Timur masih memiliki banyak persoalan sosial dan ekonomi yang membutuhkan perhatian serius.
Masalah pengangguran yang tinggi serta lambatnya pembangunan daerah menjadi beberapa hal yang menurutnya jauh lebih layak diprioritaskan.
“Bagaimana taraf pendidikannya? Itu yang harusnya jadi konsen pemerintah. Atau lebih baik anggaran sepatu itu dialokasikan untuk bagaimana meningkatkan kesejahteraan pendidikan. Itu baru mantap,” lanjutnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi, saat dikonfirmasi terkait pengadaan tersebut menilai bahwa sepatu pantofel untuk ASN bukanlah kebutuhan yang wajib dipenuhi oleh pemerintah, berbeda dengan pengadaan seragam kerja yang memang memiliki ketentuan tersendiri.
“Bukan sesuatu yang wajib ya. Tapi enggak tahu kalau ada aturan terkait pengadaan itu,” ujarnya.
Jimmi menekankan pentingnya dasar hukum dalam setiap pengadaan yang dilakukan oleh pemerintah. Ia pun mengaku belum mendapatkan informasi soal pengadaan itu dari pihak Setkab Kutim.
“Kalau emang aturannya ada, enggak apa apa. Kita hidup bernegara bekerja sebagai pegawai negara kan harus ada dasar,”lanjutnya.
Jimmi menilai pengadaan semacam itu seharusnya menjadi salah satu pos yang dikurangi demi mendukung upaya efisiensi anggaran. Ia juga meminta pihak terkait untuk menjelaskan secara jelas dasar serta landasan hukum dari pengadaan tersebut.
Untuk diketahui, berdasarkan data Rencana Umum Pengadaan (RUP) di portal resmi https://sirup.lkpp.go.id, Sekretariat Daerah Daerah tercatat mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1.445.200.000 untuk pengadaan sepatu pantofel melalui sistem e-purchasing.
Pengadaan dengan kode RUP 57157546 tersebut mencakup 620 pasang sepatu berbahan suede dan nubuck. Paket pengadaan ini diumumkan pada 13 Februari 2025.
Sementara itu, pengadaan tas kerja model ransel juga dilakukan melalui sistem e-purchasing, dengan anggaran sebesar Rp 750.260.100. Berdasarkan kode RUP 53921635, pengadaan tersebut mencakup sebanyak 2.570 buah tas. (kp)